Jumat, 13 Maret 2009

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Artikel 1 :

SEJARAH BERDIRINYA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
(SK. No. 127 / Dikti / Kep. / 1999)
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN - UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini merupakan program studi yang diadaptasi dan dikembangkan dari Program Studi/Jurusan Pendidikan Anak Pra Sekolah dan Dasar, yang telah berdiri sejak tahun 1978 melalui Surat Keputusan Rektor IKIP Jakarta No. 2091/ SP/1985. Jurusan Pendidikan Anak sejak itu melakukan kajian akademik dan praktik kependidikan pada anak usia prasekolah dan sekolah dasar.

Selama perjalanan tersebut sempat vacum 2 angkatan yakni sejak 1995-1997. Pada tahun 1997 terjadi dorongan kuat untuk memodifikasi dan memperbaharui kurikulum jurusan/program studi Pendidikan Anak Pra Sekolah dan Dasar. Selama tiga tahun dilakukan kajian struktur akademik naskah kurikulum yang mengkonsentrasikan diri pada pengembangan rumpun keilmuan Pendidikan Anak usia Dini. Pengembangan kurikulum didasarkan pada pendekatan telaah konten akademik, analisis pakar dan perbandingan dengan kurikulum Pendidikan Anak usia Dini yang diterapkan di negara maju.

Upaya mereview dan mengembangkan kurikulum prodi atau jurusan lama terus dilakukan sampai dengan bulan April 1999. Pendekatan pengembangan kurikulum yang dilakukan saat itu adalah pendekatan keilmuan, studi komparatif dan pertimbangan ahli (expert judment). Melalui berbagai kajian tersebut, pada tahun 1999 telah disetujui pembentukan program strata satu (S-1) Pendidikan Anak usia Dini di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta. Persetujuan ini diperoleh melalui SK Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi No. 127/Dikti/Kep/1999.

Sejak angkatan 1999, program studi PAUD mengalami peningkatan yang pesat, baik dari segi kepercayaan, kerja sama maupun daya tarik animo calon mahasiswa yang mencapai titik yang paling tinggi. Kepercayaan pembinaan lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini seperti Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Kelompok Bermain dan Taman Pengasuhan Anak telah berlangsung secara intensif, baik pada tingkat lokal maupun nasional. Beberapa dosen program studi PAUD telah terlibat secara aktif dalam memberikan seminar, pelatihan dan workshops, lokakarya pembinaan praktisi dan penyelenggara lembaga pendidikan anak usia dini tersebut.

Program studi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai salah satu program studi yang berada dalam lingkup organisasi jurusan Pendidikan Anak di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Universitas Negeri Jakarta. Program studi ini mengembangkan program pendidikan akademik dan profesional kependidikan pada jenjang strata satu serta memiliki keterpautan dengan program strata dua dan strata tiga (program Doktor) pendidikan anak usia dini di Pasca Sarjana.

Bagi para lulusan S1 PAUD dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi karena sejak tahun 1995 telah dibuka program strata dua (S-2) Pendidikan Usia Dini, dan sejak tahun 2003 dibuka program strata tiga (S-3) Pendidikan Usia Dini pada Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta.


Artikel 2:

Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini Terabaikan

Jakarta (Suara Pembaruan: 11/10/04) Prinsip prinsip kurikulum untuk pendidikan anak usia dini hendaknya digali dari anak dan dunia anak itu sendiri. Oleh karena itu, sebelum merumuskan kurikulum untuk anak, hendaknya dipahami dahulu. siapa. mereka, dan bagaimana karakteristik mereka. Para perumus kurikulum pendidikan anak usia dini hendaknya memahami bahwa dunia anak adalah dunia bermain, setiap anak berhak mencoba dan melakukan kesalahan. Harus diakui kurikulum pendidikan anak usia dini masih terabaikan.Berbagai hasil studi menunjukkan, jika pada masa usia dini terutama masa emas (4 tahun kebawah) seorang anak mendapat stimuIasi maksimal, maka potensi anak akan tumbuh dan berkembang secara optimal. Demikian diungkapkan Mendiknas Malik Fadjar, dalam "Semiloka Nasional Pendidikan Anak Usia Dini" di Universitas Negeri Jakarta, pekan lalu.
Malik Fadjar mengatakan, dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan anak sudah mendapatkan perhatian yang besar. Dalam UU ini ditegaskan, setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai minat dan bakatnya. Terlebih, dunia internasional juga sudah menyepakati perlunya memberikan perhatian terhadap masalah pendidikan anak usia dini. Dalam penjelasannya Malik juga menegaskan penyusunan kurikulum pendidikan anak usia dini yang harus memperhatikan setiap kebutuhan anak. "Sebab, setiap tingkat usia anak membawa implikasi tugas dan perkembangan tertentu bagi setiap anak. Oleh karena itu kurikulum pendidikan anak usia dini hendaknya merupakan kurikulum yang berpihak kepada anak. Dalam arti, memperlakukan anak sesuai dengan tingkat usia dan perkembangan mentalnya," ujarnya.
Malik menambahkan, aspek kecerdasan anak juga harus menjadi pertimbangan dalam penyusunan kurikulum pendidikan anak. "Selain itu, kebutuhan spesifik setiap anak, kaitan dengan kondisi alam dan pola hidup, serta budaya masyarakat tempat mereka tinggal, hidup, dan dibesarkan juga harus diperhatikan," tegasnya.

Kecerdasan Berbeda
Sementara itu, pakar pendidikan, Setio Wibowo bahwa setiap anak memiliki bakat dan kecerdasan yang berbeda beda mulai dari seni, olahraga, musik hingga kecerdasan intelektual. Namun sayang, orang tuamaupun sekolah sering salahdalam menilai bakat anakdengan mengagungkan ilmupengetahuan alam (IPA) se¬perti matematika, fisika, bi¬ologi maupun kimia sebagaiyang terbaik.
Berbagai upaya,dilakukan orangtua dan seko¬lah agar nilai nilai dalam IPAlebih tinggi dibandingkandengan mata. pelajaran lain.Padahal, upaya semacam itujustru menyia nyiakan bakatanak di bidang lain. "Banyak orang tua yang mengganggap anak yang jago matematika, fisika, atau mata pelajaran IPA lainnya sebagai anak yang pandai. Kasihan sekali anak yang berbakat luar biasa pada musik atau tari, tetapi nilai matematikanya jeblok. Mereka bukannya tidak pandai, tetapi memiliki bakat di luar mata pelajaran IPA. Akibat kecenderungan itu, anak berbakat di luar bidang IPA tidak terakomodasi dengan baik dalam sistem pendidikan yang ada," katanya. Dikatakan, mata pelajaran ekstra kurikuler yang seharusnya bisa menjadi solusi dalam masalah ini justru ditangani dengan seadanya. Hal itu terlibat pada mata pelajaran ekstra kurikuler yang terlalu sederhana dan berkesan seadanya. "Masa mata pelajaran ekstra kurikuler di sekolah cuma ada memasak atau elektronik atau merangkai kembang. Anak cuma diberi pilihan pilihan yang tidak sesuai dengan keinginan maupun bakat yang terpendam, sehingga mata pelajaran ekstra kurikuler yang seharusnya bisa memberi "makan" pada bakat anak menjadi sia sia dan mubazir," paparnya.
Seharusnya, ujarnya, saat mata pelajaran ekstra kurikuler anak diajak bicara apa saja yang dibutuhkan untuk mengembangkannya.


Artikel 3 :

PROSES PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, Antara Wacana dan Pelaksanaan

Kita, orang tua, guru, aparat pemerintah, atau orang dewasa lainnya, selaludihadapkan kepada interaksi dengan anakanak usia dini. Kepedulian dan keteladanan kita kepada mereka selalu diuji.Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Agar anak tumbuh dan berkembang sesuai tingkat perkembangannya, sehingga ia memiliki kesiapan yang optimal dalam memasuki pendidikan dasar.

Elizabeth B Hurlock, ahli perkembangan anak dari USA, mengatakan, masa usia dini adalah masa keemasan (golden age) bagi perkembangan kecerdasan setiap insan manusia. Di masa usia dini, beragam hal menggugah rasa ingin tahu, menantang keinginan bereksplorasi. Saat kita dihadapkan kepada interaksi dengan mereka, itulah jalan kita untuk mendukung perkembangan kecerdasannya. Nah, mari amati interaksi kita dengan anak usia dini di rumah, sekolah, serta tempat umum seperti mal atau pasar.

Anak Subyek PAUD

Saat kita berdiri dan bicara pada anak usia dini, kita hampir selalu tetap berdiri. Ia harus mendongak agar bisa kontak mata dengan kita. Andai kita dalam posisinya, terasa nyamankah? Sulitkah kita membungkukkan badan atau menekuk lutut guna menyamakan dengan tinggi anak? Upaya sepele ini menunjukkan kita peduli pada keberadaan anak. Menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berarti. Berkembanglah ikatan emosional antara kita dengan anak. Pengalaman ini membuat ia belajar percaya pada orang lain.

Berapa kali kita berseru semacam: “Pergi sana, kamu masih keci!” Mengapa menyudutkan mereka dengan kata masih kecil? Ukuran tubuh, daya pikir, dan perilaku yang begitu di masa usia dini adalah sesuatu yang diberikan olehNya. Tak sepantasnya mendiskriminasikan mereka karena masih kecil, karena keterbatasan daya pikir, atau karena perilaku mereka.

Rumah dan keluarga adalah tempat pembelajaran yang pertama dan utama bagi anak usia dini. Sudahkah kita menjadikannya sebagai tempat untuk membangun harga diri positif pada anak? Acapkali terjadi pemaksaan kehendak kepada anak, “Kaus Ini bagus, cocok untukmu.” Hendaknya kita mendukung anak untuk berani mengambil pilihan. Memfasilitasi anak untuk mengenal jati dirinya, berlatih menghadapi kegagalan (bila ternyata kaus tidak pantas baginya), serta membangun rasa percaya diri. Menafikan keinginan dan minat anak menentukan pilihan, berarti menghilangkan suatu tahapan yang harusnya ia lalui agar memiliki percaya diri.

Menurut Nur Ainy F Nawangsari, SPsi Msi, Ketua Unit Psikologi PAUD Terapan Unair dan Ketua Program Anak Ceria, lompatan dan pemaksaan akan mengakibatkan tercederainya potensi alamiah anak. Ketika anak dipaksa patuh, ia bisa. Ketika ditekan, ia mau menurut. Ketika dituntut, ia manut. Namun ia akan tumbuh menjadi pribadi yang kehilangan jati dirinya.Orang dewasa hanyalah berperan sebagai pembimbing. Dampingi, berdiri di sampingnya, dukung dari belakang dan berikan contoh yang benar.

Pada kasus lain: Ayah melihat anaknya memasang sepatu kiri pada kaki kanan. “Dudu, terbalik pakai sepatu.” Si anak tetap memasang sepatu kiri pada kaki kanan sambil berkata, “Coba dulu.” Ayah kembali berseru, “Keras kepala, ayo pakai sepatu yang betul.” Dan seberapa sering kita berkata,

“Jangan lakukan itu, kamu belum bisa...”

PAUD menekankan pentingnya peran aktif anak dalam berinisiatif dan mengeksplorasi beragam hal di sekitar, untuk mendapatkan pemahamannya. Contoh di atas, Ayah mengabaikan pesan tersurat Dudu untuk bereksplorasi memakai sepatu kiri di kaki kanan. Kita abaikan minat anak memperkaya pengetahuan atau ketrampilan.

Masih menurut psikolog Nur Ainy F Nawangsari, rasa ingin tahu yang besar, sikap coba-coba, menggunakan kemampuan berpikir dari sudut pandangnya sendiri adalah naluri seorang anak. Seperti dikemukakan Vygotksy, ahli perkembangan kognitif, kemampuan berpikir anak akan optimal ketika bermitra dengan orang dewasa yang mampu memberikan pijakan (scaffolding) pada saat ia mengembangkan rasa ingin tahunya (bereksplorasi).

Kasus di kelas. Usai cerita tentang layang-layang, Guru meminta anak menceritakan kembali. Seorang anak mengawali cerita dengan peristiwa layang-layang putus, padahal Guru mengawali dengan peristiwa membuat layang-layang. Ah, sayang! Guru mengehendaki anak agar meniru cerita Guru. Keinginan anak berinisitif, memberdayakan kemampuan berpikir, dan imajinasinya dihambat. Menghendaki anak meniru Guru, masih banyak terjadi dalam dunia pendidikan di negeri kita.

Bagaimana komunikasi kita dengan anak usia dini? Apakah kita terbiasa menghampiri untuk bicara pada mereka, bertanya apa yang dialami, dan pertanyaan lain yang berpusat pada dirinya? Apakah kita tergolong yang pernah berseru, “Nak, diam dulu. Ibu sedang bicara… .”

Atau kita tetap pada kesibukan meski ada seorang anak mendekat. Ataukah kita merespon cerita anak dengan ungkapan, “lalu?”, “wow, asyik dong.”, “mengapa begitu?”, “lalu kamu

bagaimana?”

Ketika kita perhatian pada cerita anak, pendapatnya, gagasannya, atau perasaannnya, anak merasa bahwa dirinya berarti. Respon berupa “mendengarkan” (bukan “terdengar”), membuat anak berani membuat perbedaan dan menjadi berbeda. Hal ini menjadi salah satu pondasi anak untuk berani menjadi diri sendiri.

Bila kita memberi tanggapan yang mengasah daya kritis dan kreativitas berpikir, komunikasi akan menjadi jalan bagi anak untuk mendengarkan sesuatu yang berbeda dari yang dipikirkan, mengetahui alternatif lain, menilai pendapat dan tindakannya, mengidentifikasi perasaannya. Menumbuhkan kemampuan anak menilai posisi dirinya di mata orang lain,mendorong keberaniannya mengambil tindakan.


Tak Berbatas Ruang dan Waktu

Seorang nenek jeli menjadikan hobinya memasak sebagai wahana pembelajaran cucu. Ia libatkan cucunya melaluiajakan, “bisa tolong Nenek ambil telur?”,“Bagaimana ya rasa garam, yuk kita cicipi… .”,

“Ayo tuangkan gula dua sendok makan”. Kegiatan masak jadi makan waktu, namun memberi kontribusi bagi perkembangan kecerdasan anak. Anak belajar memahami perintah, memperkaya kosa kata, mengenal takaran, melihat perubahan bentuk, bahkan memahami wujud tanggung jawab terhadap pekerjaan rumah. Fungsi indrawi dan motoriknya pun kian terlatih.

Bila di tempat umum, misalnya mal, bagaimana kita? Apakah membiarkan anak membuang bungkus permen sesuka hati? Ataukah mengajak anak berusaha mencari tempat sampah? Pernahkan menjadikan telapak tangan atau tas kita sebagai keranjang sampah bungkus permen anak? Saat berada di tempat umum merupakan kesempatan kita untuk

mengajarkan peduli pada fasilitas umum. Meneladankan cara menghargai dan memelihara fasilitas umum. Memberi pemahaman pentingnya manfaat fasilitas umum.Kasus lain, di kebun binatang. Apa reaksi kita bila melihat anak dengan gembira melempar makanan ke dalam kandang? Kita harus tega menghentikan kegembiraannya. Binatang juga memiliki kebutuhan akan makanan yang sesuai serta jadwal makan. Anak-anak usia dini perlu memahami hal ini. Menghargai kebutuhan binatang serta kesehatannya. Ini langkah membangun kepedulian anak untuk memelihara sesuatu milik bersama.

Pernahkah kita sadari bahwa di pasar tradisional telah terjadi proses pendidikan anak usia dini? Pedagang memberi kesempatan anaknya bermain-main dengan barang-barang dagangan, semisal menghitung, memilah, membungkus, menimbang, atau membandingkan. Bahkan juga tentang kerjasama saat orang tuanya “nempil” (pinjam) barang dagangan pedagang lain. Melibatkan anak pada pekerjaan kita dengan cara bermain tak ada salahnya. Kasus seorang Penjaga Sekolah di Surabaya. Ia ajak anaknya pada pekerjaan menyiram kebun, untuk memfasilitasi kegiatan main air. Bukan sekedar main air, karena anak akan mendapat pengalaman tentang sifat air dan pertumbuhan tanaman. Memang anak akan menjadi basah. Dengan segera menyediakan air hangat untuk mandi, lalu minum teH manis hangat, kita mengajarkan menjaga keselamatan padanya.

Anak usia dini belajar dari apa yang dilihat dan dialami. Mengajarkan kehati-hatian bukan berarti anak harus mengalami akibat dari suatu tindakan. Contoh, bahwa api sumber panas dan harus hati-hati dengan api, bukan dengan cara mengajak anak memegang api. Namun dipahamkan dengan mengajak anak mengikuti proses mendidihkan air. Setelah suhu air suam-suam kuku, mencelupkan tangan agar dapat merasakan panas.

Sudahkah kita menyadari, anak memiliki kapasitas intelektual yang luar biasa. Bekal dari Sang Pencipta agar ia mampu berperan dalam kehidupan. Mereka belajar dari jiwa dan sikap orang tua, perilaku orang-orang di sekitar, peristiwa yang dilihat dan dirasakan serta pengalaman yang dimaknainya. Keteladanan dan bimbingan yang benar mutlak diperlukan anak sejak usia dini (urai psikolog Nur Ainy F Nawangsari).

Proses PAUD dapat berlangsung di mana saja. Ini bukan sekedar wacana. Ini sesuatu yang ada di depan mata dan harus kita lakukan. Orang tua, guru, aparat pemerintah, dan orang dewasa lainnya, memikul tanggung jawab bersama untuk mengantarkan anak-anak usia dini melewati masa keemasan mereka menuju tahap usia selanjutnya

Artikel 4 :

Pendidikan Anak Usia Dini Tanggung Jawab Siapa?

Pendidikan anak usia dini perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak, baik dari keluarga, lingkungan maupun pemerintah. Karena bagaimanapun, masa kanak-kanak sangat berpengaruh pada proses tumbuh kembang karakter, kepribadian dan pertumbuhan jasmani si anak. Merujuk pada Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Anak Usia Dini (RPP PAUD) yang mengatur pendidikan usia dini salah satunya bertujuan untuk mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan.

Tapi sayang dalam pelaksanaannya pendidikan anak sejak masih dalam kandungan sampai usia enam tahun ini, sering terabaikan. Banyak orang tua, justru menganggap pendidikan taman kanak-kanak (TK) tidak penting, faktor ekonomi, juga sering menjadi faktor pembenar untuk tidak memasukan anak-anaknya di bangku TK. Sekolah-sekolah TK tersebut memang sudah banyak bertebaran di berbagai kawasan elit sampai kawasan kumuh. Dari yang berdana besar sampai yang menggunakan anggaran seadanya sehingga harus kembang kempis untuk membiayai operasionalnya. Sekolah-sekolah taman kanak-kanak tersebut di kelola swasta sebagai penyelenggaranya.
Dengan alasan tingginya biaya operasional, tidak sedikit pihak pengelola menetapkan uang SPP dengan mahal, dan sebagai kompensasinya pihak sekolah memberikan akses layanan pendidikan dengan standarisasi mutu sesuai dengan akreditasi, begitu juga dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai. Tentu adalah sebuah kewajaran. Namun ternyata ada juga sekolah yang masih berjalan dengan ala kadarnya.
Di tengah kepadatan penduduk, kawasan dukuh kupang barat, sebuah sekolah TK menempati balai RT berukuran 3x5 meter yang terbuat dari gedhek. Siang itu Rabu 04/04/07, sebanyak 35 murid sedang belajar berhitung bersama ibu guru Rusiyah. Seperti sedang mengajari anaknya sendiri, perempuan berputra dua ini sesekali harus mendatangi meja murid-muridnya untuk membetulkan jari-jari tangan mungil yang dijadikan alat bantu untuk menghitung. Tak jarang juga perempuan asli Kebumen yang mengaku hanya lulusan SMEA ini harus berteriak di antara celoteh dan tangis murid-muridnya. Pekerjaan sosial ini telah dilakukan sejak empat tahun lalu bersama suaminya Sukirno (34 tahun).
Saat di datangi www.pdiperjuangan-jatim.org Sukirno yang akrab dipanggil pak guru oleh warga sekitar ini sedang sibuk menambal ban motor. Ya, beginilah mas pekerjaan sampingan saya untuk makan sehari-hari, tadi ya ngajar, terus saya tinggal karena ada yang manggil untuk nambal ban ini, lumayan untuk kebutuhan sehari-hari, begitulah Sukirno nyerocos mengawali pembicaraan. Menurutnya Ia dan istrinya lebih sering harus mengalah dengan tidak mengambil gaji dari sekolah yang di kelolanya, sehingga untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari di samping membuka usaha tambal ban di depan rumah petaknya, lelaki lulusan STM ini juga memberikan les privat kepada anak-anak tetangganya.
Coba saja sampeyan hitung sendiri, dengan SPP Rp 12.500 per anak, perbulan kelihatannya memang besar, itu kalau bayar semua, lha kenyataannya sebulan yang bayar paling-paling sepuluh orang atau paling banter 15 orang, dikurangi biaya operasionalnya, habis mas, mau nagih ya gimana wong sama susahnya, sambil tertawa lelaki asli Surabaya ini menceritakan sulitnya menanamkan tanggung jawab ke orang tua murid-muridnya yang rata-rata bekerja sebagai pemulung bahkan menurutnya, juga ada yang menunggak SPP sampai anaknya lulus maupun yang tidak mengambil ijazah.
Sementara ketika di singgung mengenai perkembangan anak asuhnya, pasangan suami istri ini mengaku bangga meskipun harus berada di tengah-tengah keterbatasannya. Saya nggak malu ngelola sekolah ini, meskipun disini keadanya hanya begini, sebab ada juga beberapa mantan anak didik kami yang juga juara kelas di sekolah SD nya sekarang. Hanya saja, menurut Sukirno hampir tidak ada orang yang mau peduli dengan nasib keberadaan sekolahnya. Semuanya dikerjakan sendiri bersama istrinya, mulai dari mengurus yayasan, administrasi, mengajar semua di lakukan sendiri. Ibarat berjuang mas, tenaga, pikiran dan uang, itu kalau ada saya curahkan semuanya untuk ngurus sekolah ini sendirian saja. tetangga? siapa sih mas yang mau dengan sukarela kalau nggak ada duitnya, sampeyan tahu gimana warga sini sehari-harinya mereka hanya sibuk untuk berusaha memenuhi kebutuhannya, begitulah Sukirno menggambarkan keseharian para tetangga yang sekaligus menjadi orang tua murid-muridnya yang sehari-hari menempati rumah petak di tanah Yayasan Makam Dukuh Kupang.
Ketika di singgung untuk mengajukan dana bantuan ke pemerintah pak guru Sukirno mengaku tidak tahu cara pengurusannya, apalagi status sekolah yang di kelolanya pun hanya sebatas ijin pemberitahuan ke kecamatan namun Sukirno juga mengaku bersyukur bahwa di tahun 2006 yang lalu dirinya mendapat insentif dari Diknas sebesar Rp 345.000 / 3 bulan. Namun tahun 2007 ini menurutnya masih dalam proses pengajuan ke Diknas.


Artikel 5:

Pendidikan IT Usia Dini

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Itulah bunyi salah satu ayat di Bab I Ketentuan Umum Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Konsep usia dini ini agak sedikit berbeda dari konsep usia dini yang berlaku di mancanegara, yaitu usia 0-8 tahun sesuai konvensi anak dunia. Terlepas dari perbedaan patokan usia ini, pendidikan yang diberikan dalam keluarga maupun di lembaga pendidikan formal haruslah kental dengan nuansa pendidikan anak usia dini, yakni dengan mengutamakan konsep belajar melalui bermain.

Menurut konsep PAUD yang sebenarnya, anak usia dini seharusnya dikondisikan dalam suasana belajar aktif, kreatif, dan menyenangkan lewat berbagai permainan. Dengan demikian, kebutuhannya akan rasa aman dan nyaman tetap terpenuhi. Kalaupun kepada siswa SD kelas awal (kelas 1 dan 2) ingin diajarkan konsep membaca, menulis dan berhitung (calistung) hendaknya dipilihkan sarana pembelajaran yang mudah dipahami dan menyenangkan. Bentuk pendidikan anak usia dini terbagi menjadi jalur formal, non formal maupun informal. Taman Kanak-kanak (TK) atau sejenisnya yang sederajat adalah bentuk formal dari bentuk pendidikan ini. Sedangkan bentuk non formal bisa berupa Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA) dan PAUD. Keluarga dan lingkungan sekitar anak merupakan bentuk informal dari pendidikan anak usia dini. Pola asuh yang diterapkan orang tua merupakan unsur terpenting dari pendidikan anak usia dini. Hal ini mengingat porsi waktu terbesar yang dimiliki anak adalah bersama keluarganya dan bukan di sekolah. Orang tua, keluarga dan lingkungan terdekat mempunyai peran penting bagi anak untuk mengembangkan aneka keterampilan dan kemandiriannya.

Kehidupan manusia di masa sekarang dan masa datang tidak bisa dilepaskan dari teknologi. Salah satu bentuk teknologi yang sangat cepat perkembangannya adalah teknologi informasi atau yang lebih dikenal orang dengan IT. Pengenalan IT sejak dini kepada anak akan memberikan bekal kepada anak untuk menghadapi era global. Pendidikan IT usia dini tentunya harus disesuaikan dengan teori tumbuh kembang di usia 0-8 tahun ini. Anak usia 0-8 tahun bila dikategorikan pola pendidikannya dapat dibagi lagi menjadi 4 yaitu usia pembinaan orang tua (0-2 tahun), usia pra sekolah (2-4 tahun), usia sekolah formal (4-6 tahun), dan usia persiapan pendidikan dasar (6-8 tahun). Setiap kategori usia dini memiliki bentuk pendidikan IT yang berbeda.

Inti dari pendidikan IT ini ada dua hal yaitu mengenalkan IT sejak dini dan membantu proses belajar anak dengan cara yang lebih menyenangkan. Dengan pengertian lain bahwa IT dalam hal ini komputer dikenalkan sebagai obyek yang dipelajari dan sekaligus juga komputer dipakai sebagai media pembelajaran ilmu-ilmu lainnya. Bentuk-bentuk pengenalan IT ini berupa pengenalan perangkat keras komputer yang bisa dilihat dan dipegang langsung oleh anak misalnya CPU, Monitor, Mouse, Keyboard dan Printer. Pengenalan perangkat keras ini dilengkapi dengan penjelasan masing-masing fungsi alat dengan cara langsung mempraktekkan penggunaannya. Kemahiran menggunakan keyboard dan mouse lebih mudah diajarkan pada anak-anak dibandingkan dengan orang yang sudah berumur.

Batasan pengenalan perangkat keras ini adalah anak tidak berhubungan langsung dengan listrik. Jadi, anak tidak diperbolehkan untuk menancapkan sendiri steker ke stop kontak atau memegang perangkat yang sekiranya teraliri listrik secara langsung. Hal ini untuk menjaga agar anak tidak terkena sengatan listrik dan menjaga agar tidak terjadi hubungan pendek arus listrik.

Bentuk dan tata letak perangkat keras komputer disesuaikan dengan ukuran tubuh anak atau biasa diistilahkan dengan ergonomis. Alat kerja yang tidak ergonomis tidak baik bagi anatomi anak untuk jangka panjang. Mouse misalnya, diusahakan agar ukurannya disesuaikan dengan genggaman anak dan letaknya mudah dijangkau. Letak monitor juga diusahakan tidak membuat anak mendongak atau terlalu dekat waktu melihatnya. Komputer juga bisa digunakan untuk membantu penyampaian materi pembelajaran agar lebih menyenangkan. Adanya tampilan gambar warna-warni yang dapat bergerak serta suara nyanyian yang riang gembira dapat merangsang anak untuk lebih betah bermain sambil belajar. Banyak sekali software edutainment yang bisa dipakai untuk pembelajaran ini. Software edutainment ini mampu menumbuhkembangkan kreativitas, imajinasi, serta melatih saraf motorik anak. Contohnya adalah permainan mengenal warna, mengenal gambar dan mengenal bunyi. Untuk anak usia pra sekolah (2-4 tahun) sangat cocok menggunakan software edutainment seperti ini. Software-software edutainment lain yang mengasah intelektualitas dan psikomotorik anak dikenalkan pada usia di atas pra sekolah (4-8 tahun). Penyusunan puzzle, game strategi, latih memori, penyusunan tangram, mencari benda tersembunyi dan mencari perbedaan adalah contoh software yang cocok digunakan di usia ini. Disamping itu ada juga software pengenalan huruf dan angka dalam dua atau tiga bahasa dan permainan logika yang sangat membantu perkembangan otak anak. Teknologi khususnya IT diharapkan dapat menjembatani keseimbangan otak kiri dan kanan anak-anak.

Tetapi, perlu diingat bahwa teknologi juga memiliki dampak negatif bagi anak. Teknologi sebenarnya bersifat netral. Dampak positif atau negatif yang bisa muncul dari teknologi lebih banyak tergantung dari pemanfaatannya. Komputer sebagai salah satu bentuk dari teknologi yang digunakan secara sembarangan, pengaruhnya bisa jadi negatif. Efek radiasi monitor harus diwaspadai. Seperti halnya televisi, monitor juga membawa pengaruh pada daya penglihatan anak. Jarak pandang yang terlalu dekat dan pencahayaan yang kontras dapat mengganggu indera penglihatan anak. Software yang dipilihkan untuk anak diusahakan jauh dari unsur kekerasan atau agresivitas, agar anak tidak meniru perilaku buruk tersebut. Pengaturan waktu penggunaan komputer dan bermain bersama teman perlu diperhatikan. Jangan sampai anak lebih memilih bermain dengan komputer daripada bermain bersama teman. Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan manusia yang lain. Hal itulah yang perlu ditekankan kepada anak agar kelak tidak menjadi manusia yang anti sosial.