Sabtu, 23 Mei 2009

PENDIDIKAN MENENGAH 3

PENDIDIKAN MENENGAH 3

Artikel 1 :
Sekolah Menengah Atas
Sekolah Menengah Atas (disingkat SMA), adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat). Sekolah Menengah Atas ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari Kelas 10 sampai Kelas 12. Pada tahun ajaran 1994/1995 hingga 2003/2004, sekolah ini disebut Sekolah Menengah Umum (SMU).
Pada tahun kedua (yakni Kelas 11), siswa SMA dapat memilih salah satu dari 3 jurusan yang ada, yaitu Sains, Sosial, dan Bahasa. Pada akhir tahun ketiga (yakni Kelas 12), siswa diwajibkan mengikuti Ujian Nasional (dahulu Ebtanas) yang mempengaruhi kelulusan siswa. Lulusan Sekolah Menengah Atas dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi atau langsung bekerja.
Pelajar Sekolah Menengah Atas umumnya berusia 15-18 tahun. SMA tidak termasuk program wajib belajar pemerintah - yakni Sekolah Dasar (atau sederajat) 6 tahun dan Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat) 3 tahun - maskipun sejak tahun 2005 telah mulai diberlakukan program wajib belajar 12 tahun yang mengikut sertakan SMA di beberapa daerah, contohnya Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.[1]
Sekolah Menengah Atas diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan Sekolah Menengah Atas Negeri di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab kabupaten/kota. Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, Sekolah Menengah Atas Negeri merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan kabupaten/kota.


Artikel 2 :
Mengapa SMA dan SMK tidak digabung sebagai Pendidikan Menengah Umum?
'Kurikulum seperti apa kalau hanya satu jenis Pendidikan Atas Umum'? (pertanyaan dari lapangan)

'Kurukulum seperti' dulu tanpa 'Kelas dan Stigma'.

'Jenis Pendidikan' namanya 'adil', di mana semua anak-anak mempunyai kesempatan dan pilihan yang sama 'tanpa stigma', untuk memaximalkan kemampuan mereka.

Kita punya dua sistem Pendidikan Menengah:
SMA - Yang Merugikan 70% Siswa-Siswinya
SMK - Yang Diangap Pendidikan Tukang dan dapat Membatasi Aspirasi Siswa-Siswi Kita.
Lagu tersayang kami adalah Iwan Fals 'Jangan Bicara'

Tetapi yang lucu dan ironis sistem SMU lengkap dengan keterampilan dulu (pre 1994 OB) memang adalah lebih adil (walapun kebanyakan isu-isu yang lain tidak).

Keadaan di lapangangan memang begini, dan kesempatan kerja memang sulit, dan jenis sekolah tidak akan merubah ini. Hanya pemerintah yang bermutu dengan visi dapat merubah keadaan di lapangan. Tetapi yang penting adalah kita berjuang supaya SDM yang paling baik di negera kita mendapat kesempatan untuk berkembang.

Dengan dua sistem banyak anak dikatagorize yang sangat dapat membatasi aspirasi mereka. Seperti dari pengalaman kami di lapangan, dan dari saran-saran anggota kami banyak anak-anak di SMK juga dapat atau mampu lanjuk ke perguruan tinggi. Mengapa tidak memudahkan proses ini?

DikMenUm - Terus mengurus dan meningkatkan Mutu Pendidikan Akademik
DikMenJur - Tetap mengurus dan meningkatkan Mutu Pendidikan Kejuruan dan Magang

Keterampilan adalah sesuatu yang sangat menguntungkan semua pelajar 'selama hidup' dan mempunyai potensial untuk meningkatkan mutu dan kemampuan mandiri lulusan dari perguruan tinggi juga.

Bagaimana kemandirian lulusan PT sekarang? Mengapa banyak menganggur?
Artikel 3 :
Model Pembaharuan pada Sekolah Menengah Umum :
Pengalaman Indonesia

Keinginan untuk meningkatkan mutu Sekolah Menengah Umum di Indonesia merupakan perhatian utama dari Proyek Peningkatan Mutu Sekolah Menengah Umum (ADB Loan # 1360 INO). Proyek ini menekankan pada pengembangan sarana, persiapan bahan pengajaran dan dukungan konsultan dalam hal pelaksanaan kurikulum, pengembangan buku teks, peningkatan sistem ujian, peningkatan pelayanan penataran guru, peningkatan pembinaan guru, peningkatan supervisi akademik, perawatan preventif, merancang kembali dan melaksanakan program laboratorium bahasa, serta mengembangkan model pengembangan dan pelaksanaan manajemen Sekolah Menengah Umum.
Kegiatan konsultasi untuk pengembangan model Sekolah Menengah Umum yang semula adalah untuk menciptakan beberapa sekolah model untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus.. Namun, kemudian tim konsultan ditugaskan untuk menangani kegiatan ini bersama-sama dengan staf Dikmenum dan semua menyetujui bahwa konsep sekolah model yang lama tidak efektif dalam melaksanakan pengembangan sekolah. Konsep baru bagi model "pengembangan sekolah" telah didiskusikan oleh para konsultan Internasional, konsultan Nasional dan staf Dikmenum. Konsep "model" yang tradisional bergantung kepada gambaran sekolah yang sangat baik dan memperoleh tambahan input (uang, pelatihan, fasilitas dan sumber pembelajaran) menciptakan adanya model yang bagus yang akan ditiru oleh sekolah lain. Masalah yang terlihat jelas untuk pendekatan ini adalah bahwa sekolah biasa akan sulit untuk diubah menjadi sekolah yang bagus apalagi menjadi sekolah model. Masalah kedua adalah apabila input yang sama tidak diterapkan pada sekolah biasa, peniruan model tidak akan difasilitasi. Untuk lebih jelasnya mengenai hal ini lihat Lampiran A.
Sebagai alternatif, mereka yang terlibat dalam sekolah model memilih untuk merencanakan langkah yang berbeda dalam pembuatan konsep pengembangan sekolah "model". Kunjungan ke beberapa sekolah di wilayah yang berbeda oleh para konsultan membawa hasil akan kayanya informasi mengenai prakarsa Sekolah Menengah Umum yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sekolah setempat. Usaha inovatif ini menunjukkan bahwa kemampuan untuk meningkatkan mutu sekolah basisnya ada pada tingkat sekolah. Dari sini jelas sekali terlihat oleh para konsultan, bahwa sekolah yang mengalami peningkatan dan pengembangan adalah yang dapat mewakili model pengembangan sekolah. Fokusnya adalah pada "proses" yang dialami oleh sekolah ketika mutu pendidikan meningkat. Apa yang terjadi di dalam sekolah yang membuat adanya pergeseran menuju kepada sekolah yang lebih efektif ? Dari sudut pandang ini konsep "model" pengembangan sekolah muncul. Perhatian kami ditujukan pada identifikasi apa yang terjadi di sekolah yang mengalami peningkatan atau perkembangan.
Untuk menjawab pertanyaan tentang "proses" pembaharuan, para konsultan mengajukan usul untuk mempelajari sejumlah kecil sekolah yang telah mengalami perkembangan. Dengan mengadakan penelitian pada sekolah-sekolah tersebut, para konsultan berharap akan menemukan beberapa sebutan nama umum yang dapat digunakan untuk Pengembangan Sekolah Model atau yang biasa disebut "model pembaharuan". Dengan menganggap bahwa ada beberapa sebutan nama umum di antara sekolah-sekolah, ciri-ciri ini dapat dikembangkan menjadi model bagi sekolah lain. Jika demikian maka model tersebut adalah yang didasarkan pada pengalaman nyata pada sekolah-sekolah di Indonesia, sesuatu yang dapat ditiru dan dapat dikerjakan oleh sekolah-sekolah lain.
Delapan Sekolah Menengah Umum dari Jawa Barat, D.I. Yogyakarta dan Jawa Timur, telah dipilih karena sekolah-sekolah tersebut telah menunjukkan beberapa tingkat perkembangan selama satu atau dua tahun terakhir ini. Tim konsultan mengadakan wawancara yang intensif dengan Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Guru, Orang tua siswa, Siswa dan Tokoh Masyarakat (lihat Lampiran B sekolah-sekolah yang berperan serta di dalam program dan Lampiran C untuk Pertanyaan Wawancara). Pada beberapa kasus, wakil dari Kandep juga diwawancarai. Setelah semua sekolah diwawancarai, data tersebut diringkas dan dibandingkan sebagai pengalaman biasa.
Semua sekolah itu tampaknya kurang efektif atau hanya bertahan sebelum kehadiran Kepala Sekolah yang sekarang. Pengembangan sekolah sebelumnya dibatasi oleh sedikitnya peningkatan sarana. Pada semua kasus, Kepala Sekolah yang baru telah mencoba mengadakan penilaian mengenai kondisi sekolah baik secara formal maupun informal untuk merumuskan tujuan sekolah. Untuk mencapai tujuan ini, beberapa karakteristik mendasari pengembangan sekolah telah diamati. Karakteristik berikut ini menggambarkan tema biasa yang dapat dipelajari dari delapan model "Pengembangan Sekolah" (Pengembangan Sekolah Model).
Komunikasi yang lebih terbuka: secara umum komunikasi di antara para pemegang peran meningkat dari sebelumnya. Ada beberapa perbedaan tingkat keterbukaan dan cara pendekatan yang dikomunikasikan pada setiap sekolah. Pada beberapa sekolah, semua yang terlibat dan masalah-masalah disampaikan untuk menjadi perhatian para pemegang peran melalui rapat, diskusi informal dan surat (kepada orang tua siswa) atau melalui kegiatan sekolah biasa (misalnya pada upacara bendera setiap hari Senin). Pada sekolah lain frekuensi dan kesempatan untuk menerima umpan balik sangat kurang, walaupun pemegang peran merasa bahwa keadaan sekarang lebih baik daripada sebelumnya. Dengan adanya komunikasi yang lebih terbuka / transparan, maka para pemegang peran akan merasa lebih positif mengenai sekolah. Hal ini dapat menciptakan dasar yang kuat untuk mendukung pengembangan sekolah melalui peran serta para pemegang peran.
Pengambilan keputusan bersama: secara umum para pemegang peran mengalami lebih banyak tanggung jawab dalam pengambilan keputusan. Tingkat pengambilan keputusan yang harus diambil oleh para pemegang peran berbeda antara satu sekolah dengan sekolah yang lain. Seluruh pemegang peran mengalami peningkatan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan dibandingkan dengan sebelumnya. Para pemegang peran merasa lebih terlibat di dalam proses tersebut dan yakin bahwa Kepala Sekolah menghargai pendapat mereka. Hirarki pengambilan keputusan telah ditetapkan dan menunjukkan keputusan apa dan oleh siapa yang diperoleh bagi masing-masing pemegang peran.
Memperhatikan Kebutuhan Guru : perhatian dan kemampuan sekolah terhadap hal ini dapat memberikan berbagai tingkatan motivasi pada guru. Kebutuhan guru termasuk juga kesejahteraan pribadi, pengembangan profesional dan bantuan dalam pengajaran. Apabila kesejahteraan guru terjamin, guru dapat memberi perhatian yang lebih kepada pengajaran. Guru didukung untuk meningkatkan kualifikasi ke tingkat S1 dan didorong untuk melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi. Dukungan dari kepala sekolah mengenai kenaikan pangkat bagi pegawai negeri dan kebutuhan pengembangan profesional dikomunikasikan kepada guru, bahwa hal tersebut penting demi tercapainya tujuan pendidikan sekolah. Akhirnya beberapa sekolah menyediakan bantuan pengajaran langsung dengan mengalokasikan dana untuk bahan pengajaran, pengembangan perpustakaan dan mengizinkan guru untuk lebih kreatif didalam kelas.
Memperhatikan Kebutuhan Siswa: sekolah yang memperhatikan kebutuhan siswa lebih diterima oleh siswa, orang tua dan masyarakat. Kebutuhan siswa termasuk pula peningkatan pengajaran, memberikan waktu pengajaran tambahan untuk persiapan EBTANAS, menambah kegiatan ekstra kurikuler, melibatkan siswa dalam pengambilan keputusan mengenai masalah-masalah mereka, serta mengembangkan program pelatihan keterampilan (ekstra kurikuler) untuk mempersiapkan ke dunia kerja. Semua sekolah yang melakukan pembaharuan yakin, bahwa sekolah perlu dijadikan tempat yang menyenangkan bagi para siswa sehingga merasa betah berada di sana. Dengan memberikan ketrampilan yang menarik dan peningkatan kegiatan ekstra, siswa akan lebih termotivasi untuk pergi ke sekolah. Salah satu hasilnya adalah apabila kebutuhan siswa diperhatikan, siswa dari kecamatan lain akan tertarik untuk bergabung.
Keterpaduan Sekolah dan Masyarakat: sekolah mempunyai peran sosial yang penting dalam masyarakat. Yang termasuk masyarakat dalam konteks ini adalah orang tua siswa dan masyarakat setempat. BP3 adalah alat utama untuk saling bertemu bagi sekolah dan orang tua siswa. Biasanya rekomendasi kepala sekolah dikaji ulang dalam rapat BP3 dan anggotanya memutuskan rekomendasi mana yang akan didukung sebagai masalah utama yang perlu didanai. Rekomendasi kepala sekolah didasarkan pada perhatian tersebut, namun tercermin dalam pemikiran guru, siswa, orang tua siswa dan masyarakat. Perhatian pemegang peran telah dikomunikasikan secara formal melalui rapat (misalnya rapat guru) atau secara informal melalui diskusi perseorangan dengan kepala sekolah.
Karakteristik di atas memberikan kerangka kerja dalam pembuatan model pembaharuan bagi Sekolah Menengah Umum. Mereka konsisten dengan studi lain mengenai sekolah yang efektif di seluruh dunia. Bandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lezotte (1989), Lockheed &Levin (1990), and Squires, Huitt, & Segars.
Usulan Model Pembaharuan Untuk Pengembangan Sekolah
Mengembangkan model pembaharuan adalah tugas yang sulit karena proses pembaharuan adalah usaha yang multi-dimensional. Tidak ada satu model pun yang dapat menjelaskan dengan sempurna betapa rumitnya pengembangan sekolah. Yang akan diusulkan oleh para konsultan adalah kerangka kerja yang memberi pedoman pada proses pembaharuan (lihat Diagram 1). Dalam mengkaji-ulang data pada model "pengembangan sekolah" yang telah dipilih, dua proses utama telah diidentifikasi. Pertama, keinginan kepala sekolah untuk meningkatkan intensitas komunikasi di antara para pemegang peran merupakan alat untuk mengundang mereka untuk menjadi mitra dalam transformasi sekolah (lihat insert A). Kesadaran yang lebih tinggi tentang berbagai masalah dan pandangan para pemegang peran dapat menciptakan peluang untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh sekolah dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan. Kedua, dalam menggambarkan tanggung jawab pengambilan-keputusan oleh para pemegang peran mengakibatkan pemecahan masalah yang lebih cepat dan membebaskan kepala sekolah untuk berfungsi sebagai fasilitator dalam pengembangan sekolah (lihat insert B). Kedua proses tersebut menyebabkan adanya tanggung jawab yang lebih besar bagi para pemegang peran. Hal ini meningkatkan motivasi dan jati diri para pemegang peran. Pemegang peran menggunakan berbagai istilah, misalnya kemitraan dan suasana kekeluargaan untuk menggambarkan adanya hubungan yang baru di sekolah. Komponen yang lain akan didiskusikan secara rinci pada bagian berikutnya.


Diagram I. Model Pembaharuan untuk Pengembangan Sekolah
Salah satu keuntungan dari model ini adalah apabila sekolah sudah mencapai tingkat-tingkat komunikasi terbuka yang optimal dan pengambilan keputusan bersama, sekolah dapat menjadi mandiri. Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa kepala sekolah berfungsi sebagai koordinator pada fungsi sekolah yang berbeda. Masalah utama adalah arah pengembangan sekolah dan identifikasi sumber keuangan untuk membantu pengembangan sekolah yang dapat berjalan terus menerus dalam kegiatan kepala sekolah. Dalam sistem pendidikan di mana kepala sekolah secara periodik diganti, pendekatan ini membuat pengembangan sekolah dapat tetap dilanjutkan meskipun kepala sekolah yang baru, baru diperkenalkan dengan sekolahnya.
Model ini merupakan tinjauan yang menyeluruh terhadap semua yang terlibat dalam proses pengembangan kondisi untuk pembaharuan di sekolah. Ketika Sekolah Menengah Umum berjalan menuju peningkatan mutu berbasis sekolah) hal ini menunjukkan kepada sekolah bahwa proses pengembangan akan tercapai.
Insert A. Menciptakan Komunikasi Terbuka Di Antara Para Pemegang Peran
Salah satu elemen inti untuk mendorong pengembangan sekolah adalah kesempatan bagi pemegang peran untuk menanyakan pandangan-pandangan dan pertukaran gagasan. Melalui dialog ini dapat dicapai pemahaman yang lebih baik mengenai kebutuhan pemegang peran yang berbeda-beda dan dasar untuk mencoba memecahkan masalah yang biasa terjadi dan juga memecahkan konflik akan kebutuhan diantara mereka. Model Pengembangan Sekolah memperoleh pengalaman dalam keterbukaan dan transparansi di beberapa SMU. Perbedaan pendekatan di antara sekolah untuk komunikasi tercermin dari pilihan kepala sekolah. Kepala sekolah dan para guru mendukung adanya diskusi informal dengan orang tua siswa, siswa dan anggota masyarakat melalui pertemuan pribadi dan kegiatan sekolah atau masyarakat.
Kepala Sekolah mengumpulkan dukungan dari diskusi dengan para guru dalam usaha pengembagnan sekolah untuk menerima umpan balik dan mengusulkan alternatif pendekatan dan juga masalah-masalah pengembangan lainnya. Biasanya, kepala sekolah mengadakan rapat rutin untuk mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi oleh sekolah. Anggaran sekolah didiskusikan secara terbuka dan input bagaimana menyesuaikan anggaran agar tujuan sekolah dapat tercapai. Kepala sekolah menerima input dari semua pemegang peran dan mempresentasikannya kepada guru. Masalah-masalah pengembangan yang berhubungan dengan program akademik telah diperhatikan di sekolah. Hal lain telah mengacu pada rekomendasi BP3.
Masalah mendasar yang dirasa perlu untuk diperhatikan oleh kepala sekolah adalah menetapkan peran guru, siswa dan orang tua siswa. Harapan dan tanggung jawab telah ditetapkan sehingga setiap orang mempunyai pemahaman yang jelas. Hal ini menciptakan adanya arah dan tujuan bagi para pemegang peran. Juga memberikan tema umum bagi pengembangan sekolah. Berdasarkan kondisi sekolah yang ada, kepala sekolah, guru dan orang tua siswa mengembangkan misi dan visi yang memperhatikan kebutuhan dan aspirasi para pemegang peran.
Para Guru mampu mengkomunikasikan perhatian dan bertukar gagasan pada rapat rutin yang telah dijadwalkan dengan Kepala Sekolah. Hal ini bervariasi antara satu sekolah dengan sekolah yang lain dari satu kali dalam seminggu sampai satu kali dalam satu cawu. Guru mempunyai kebebasan untuk bertukar pandangan, termasuk juga pandangan yang bertentangan dengan sudut pandang kepala sekolah. Kepala sekolah yang mengkaji ulang anggaran sekolah bersama-sama dengan para guru, menemukan dukungan lebih untuk pelaksanaan program, khususnya apabila pandangan guru diperhatikan dalam penyusunan program. Guru merasa bahwa mereka sebagai mitra dalam pengembangan mutu sekolah. Rasa turut memiliki menambah minat dan peran serta dalam program. Komunikasi yang terbuka memberikan kesempatan kepada para guru untuk diperlakukan sebagai profesional dan memperoleh penghormatan yang patut diterima oleh para guru.
Siswa diundang untuk terlibat dalam diskusi dengan kepala sekolah dan guru, namun ada rasa enggan dan rasa malu dari siswa. Dukungan dan kemauan kepala sekolah untuk mendengarkan para siswa dapat memberikan dorongan kepada mereka. Melalui rapat "OSIS", siswa belajar mengutarakan pendapat-pendapat dalam suasana yang nyaman dan belajar mengatasi masalah-masalah yang melibatkan mereka dengan cara yang terorganisasi. Juga melalui organisasi siswa, para siswa dapat mengutarakan pandangan-pandangan dan mengusulkan berbagai saran.
Perhatian Para Orang Tua Siswa ditujukan untuk peningkatan komunikasi. BP3 berfungsi sebagai alat untuk melibatkan para orang tua siswa dalam berbagai prakarsa untuk pengembangan. Jadwal pertemuan-pertemuan BP3 merupakan sarana komunikasi dengan berbagai anggota di sekolah. Program yang paling efektif adalah dengan rapat sebanyak empat kali dalam setahun dan menginformasikan kepada anggota mengenai kegiatan pengembangan pada setiap rapat. Orang tua siswa dapat menyampaikan perhatian mereka, bertanya dan mengkaji ulang pengeluaran untuk program-program yang disponsori oleh BP3 . Anggota memilih proyek yang akan dilaksanakan dengan mengambil suara terbanyak bagi pilihan yang ada. Begitupun juga mempunyai kesempatan untuk berbicara kepada Kepala sekolah dan guru secara informal.
Tokoh Masyarakat mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mendiskusikan masalah-masalah sekolah dan masyarakat dengan kepala sekolah dan BP3. Tokoh masyarakat diundang pada rapat sekolah ketika masalah tertentu yang berkaitan dengan masyarakat akan diselesaikan. Tokoh masyarakat merasa lebih enak berbicara dengan kepala sekolah dan guru secara informal. Terdapat hubungan informal yang kuat yang ada di antara guru dan staf dalam hidup di tengah masyarakat dan sebagai anggota masyarakat. Melalui interaksi formal dan informal, anggota masyarakat menganggap sekolah sebagai komponen penting bagi pengembangan masyarakat. Seorang tokoh masyarakat menjelaskan bahwa tanpa adanya sekolah masyarakat perkebunan karet yang dulu akan ketinggalan.
Insert B Berbagi tanggung jawab di antara para pemegang peran
Keberhasilan Pengembangan Sekolah Model dapat ditandai dengan terlaksananya praktek pembagian pengambilan keputusan bersama di sekolah. Dengan pembagian tanggung jawab di antara para pemegang peran, kepala sekolah dapat lebih memberi perhatian pada hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan sekolah dan strategi pendanaannya untuk pengembangan sekolah. Aspek lain dari pembagian tanggung jawab dalam pengambilan keputusan adalah memprofesionalkan staf serta mengajak mereka untuk bekerja lebih baik lagi. Rasa menghargai diri sendiri dan percaya diri dapat menggantikan sikap pesimis.
Peran Kepala Sekolah bergeser dari pengawas menjadi fasilitator. Dengan memberikan tanggung jawab kepada wakil kepala sekolah dan para guru dari hari ke hari, memungkinkan bagi kepala sekolah untuk memfokuskan tenaganya pada peningkatan program-program akademik dan cara-cara untuk mencapainya. Dia juga dapat memberi perhatian lebih pada pembentukan hubungan antara orang tua siswa dan masyarakat.
Para Wakil Kepala Sekolah diharapkan dapat bertanggung jawab penuh dalam pengambilan keputusan untuk bidangnya. Masalah-masalah yang terjadi di sekolah yang tidak dapat diselesaikan oleh lainnya akan diperhatikan. Pada kasus yang jarang terjadi, dan masalah yang tak dapat diatasi dibawa ke tingkat yang lebih tinggi untuk menjadi perhatian kepala sekolah. Dengan melaksanakan peran ini para wakil kepala sekolah memperoleh ketrampilan kepemimpinan dan pengalaman-pengalaman yang menjamin kesinambungan pengembangan sekolah meskipun kepala sekolah berhalangan untuk suatu kurun waktu tertentu.
Para Guru diberikan tanggung jawab yang lebih untuk peningkatan pengajaran dan kreatifitas di dalam kelas. Kepala sekolah dan staf pengawas lainnya siap untuk berdiskusi dengan para guru mengenai pendekatan inovasi di dalam kelas. Bersama-sama mereka dapat mengevaluasi efektifitas pendekatan dan membuat keputusan untuk keterlaksanaannya. Guru juga terlibat dengan siswa yang bermasalah secara lansung. Apabila dibutuhkan, guru dapat meminta orang tua siswa untuk berkunjung ke sekolah atau guru yang mengunjungi orang tua siswa. Dengan pemberian tanggung jawab yang lebih terhadap pencapaian akademis siswa, para guru terlatih untuk menjadi profesional dari pada hanya sebagai pegawai.
Siswa diberi kesempatan untuk mendiskusikan dan menyampaikan usulan yang berkenaan dengan mereka melalui OSIS. OSIS terdiri atas wakil dari setiap kelas dan kepala sekolah memimpin pertemuan. Wakil dari tiap kelas menyampaikan masalah-masalah yang perlu diperhatikan pada rapat OSIS. Mereka mendiskusikan hal tersebut dan berusaha mencari cara pemecahannya. OSIS memperhatikan usulan kegiatan yang berfokus pada keinginan dan minat siswa. Hal-hal yang dapat membawa pengaruh terhadap sekolah akan dibicarakan oleh Kepala sekolah dengan para guru. Masalah-masalah lain yang tidak menyangkut akademik akan disampaikan kepada BP3 untuk dipertimbangkan. Konsep yang diterapkan OSIS berhasil memecahkan beberapa masalah pengembangan yang penting. Pertama, hal tersebut membawa siswa menuju usaha pengembangan sekolah dengan memberi perhatian pada kebutuhan mereka serta menginformasikan kepada sekolah akan pandangannya terhadap pengembangan sekolah. Kedua, OSIS berfungsi sebagai contoh kehidupan bernegara di mana siswa belajar berorganisasi dan mengerti struktur politik. Hal ini juga merupakan pengalaman pembelajaran aktif dalam pendidikan bernegara. Ketiga, memperkenalkan dan mengembangkan potensi mereka dalam peran kepemimpinan di sekolah atau yang lebih dari itu.
Para Orang Tua Siswa lebih termotivasi dan berkeinginan untuk memberi sumbangan dalam kegiatan pengembangan sekolah pada saat diberi tanggung jawab dalam mengambil keputusan dan monitoring terhadap kegiatan sekolah yang didanai oleh BP3. Program-program BP3 yang efektif membuat para orang tua mengkaji ulang anggaran dan usulan perubahan, memilih usulan proyek sekolah yang diharapkan untuk didanai tahun ini, serta memonitor pelaksanaan dan pendanaan proyek tersebut. Para orang tua siswa berharap sumbangan BP3 dapat dimanfaatkan dengan tepat dan efisien.
Tokoh Masyarakat tidak secara langsung terlibat dalam keputusan-keputusan yang berbasis sekolah, namun mempunyai peran penting di luar sekolah. Dalam beberapa Model Pengembangan Sekolah, peran serta para tokoh masyarakat di sekolah dan rapat BP3 dapat berperan baik sebagai orang tua, peserta biasa ataupun undangan. Dengan berpartisipasi mereka dapat memberi informasi dan sumbangan dalam rapat pengambilan keputusan. Dengan melibatkan tokoh masyarakat, pegawai Depdikbud, pegawai pemerintah daerah dan tokoh usahawan setempat dalam diskusi sekolah mengenai peningkatan mutu, kepala sekolah tidak hanya mampu menjadi pendengar yang baik terhadap persoalan yang terjadi di sekolah, namun juga memperoleh bantuan dalam masalah lingkungan dan pembentukan kerja sama kemitraan demi kelanjutan terhadap dukungan sekolah.
Pada bagian berikut ini disampaikan inti temuan dari penelitian yang dilakukan pada sekolah-sekolah yang menjadi Model Pengembangan seperti tergambar pada Diagram 1 Model Pembaharuan dalam Pengembangan Sekolah.
Kepala Sekolah: kepala sekolah merupakan pribadi yang menjadi inti dalam peningkatan dan pengembangan sekolah. Para Konsultan melihat bahwa dalam Pengembangan Sekolah Model kepala sekolah mempunyai keinginan untuk memperbaharui sekolah. Tujuannya adalah memperhatikan kebutuhan pembelajaran siswa. Hal ini merupakan inti dari berbagai usaha pengembangan. Kepala sekolah memandu pemegang peran menuju pengembangan visi dan misi sekolah. Melalui diskusi yang diadakan bagi guru dan orang tua siswa, tujuan tertentu telah teridentifikasi untuk tiap tahun pelajaran. Melalui berbagai alat komunikasi, kebutuhan guru dan siswa telah diketahui dan dimasukkan dalam rencana pengembangan. Sebagai pemimpin dalam pengajaran, kepala sekolah menetapkan peranan dari setiap pemegang peran (orang tua siswa, siswa, guru, dan staf). Standar kedisiplinan telah dibuat dan didiskusikan sehingga tiap orang mengetahui pentingnya menciptakan lingkungan belajar. Untuk membantu kepala sekolah, pihak-pihak lain telah diundang untuk memikul bersama tanggung jawab bagi keseluruhan pengembangan sekolah. Guru diberi keleluasaan untuk mengawasi yang lebih dalam proses pembelajaran, namun harus menunjukkan adanya peningkatan prestasi siswa. Gagasan-gagasan telah didiskusikan dengan kepala sekolah lalu diujicobakan. Program yang berhasil akan dilanjutkan, yang tidak berhasil akan dibatalkan. Pemberian kesempatan kepada guru untuk menguji gagasan-gagasan baru mendukung sejumlah pengembangan kritis. Guru dianggap sebagai orang yang profesional dan menganggap sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang dinamis dan tidak membosankan. Pada akhirnya, hal ini akan membuat guru merasa diberdayakan.
Kebutuhan guru: guru merupakan dasar bagi semua usaha pendidikan. Mendukung mereka dalam berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah sangat penting. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu : kesejahteraan guru, pengembangan profesional dan bantuan dalam pengajaran. Untuk mendorong motivasi guru, semua itu perlu diperhatikan. Model pembaharuan mencatat adanya keterbukaan dalam komunikasi antara kepala sekolah dan para pemegang peran lainnya. Melalui proses ini, kebutuhan guru dapat diketahui dan dukungan yang memadai diperlukan dari kepala sekolah dan para orang tua siswa. Pengalaman dari Pengembangan Sekolah Model memperjelas adanya beragam cara untuk membantu guru. Kesejahteraan guru dapat ditingkatkan melalui pemberian biaya transport, makan siang gratis, pemberian honor tambahan untuk kelebihan jam mengajar atau mengikuti pelatihan khusus. Kepala sekolah mempunyai perhatian lebih dalam pengembangan profesional guru dengan mengkaji-ulang kriteria kenaikan pangkat pegawai negeri dan membantu guru dalam hal ini dan mendukung semua jenjang pelatihan. Semua sekolah menitikberatkan pada peningkatan pendidikan guru, agar sekurang-kurangnya berpendidikan S1. Hal ketiga adalah memperhatikan penyediaan bahan tambahan untuk mata pelajaran yang diajarkan, tambahan sumber perpustakaan, peningkatan laboratorium bahasa dan IPA, penyediaan laboratorium komputer dan perlengkapan audio-visual.
Kebutuhan Siswa: Tujuan utama sekolah adalah memberikan pendidikan yang baik bagi generasi muda Indonesia. Oleh karena itu pencapaian hasil belajar siswa merupakan perhatian utama dalam semua usaha pengembangan. Prestasi siswa tergantung pada banyak faktor. Salah satu yang sangat menentukan adalah motivasi belajar. Semua sekolah model menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini dapat tercapai melalui peranan yang jelas dari masing-masing pemegang peran termasuk siswa dan orang tua siswa. Siswa bertanggung jawab dalam belajar sedangkan yang lainnya membantu mereka. Guru dan kepala sekolah menaruh harapan yang tinggi terhadap masing-masing siswa. Apabila seluruh pemegang peran mempunyai pandangan yang sama mengenai pentingnya pembelajaran, keajegan dalam memberikan perhatian untuk keberhasilan siswa, hal itu merupakan pesan yang kuat kepada siswa. Selain mempunyai pemahaman umum mengenai peranan pendidikan, metode pengajaran dan bahan pengajaran yang tepat dan efektif akan memperkuat prospek keberhasilan siswa. Rencana lainnya yang dapat memberikan motivasi adalah penambahan kegiatan ekstra kurikuler yang menarik bagi siswa. Hal ini dapat bervariasi, mulai dari kegiatan olahraga, pendidikan keagamaan, program pelatihan ketrampilan untuk persiapan kerja (komputer, Bahasa Inggris, Pertanian dan botani). Peran serta siswa dalam pengambilan-keputusan merupakan sarana lain untuk memotivasi siswa. Beberapa kepala sekolah membentuk OSIS yang terdiri atas wakil-wakil dari setiap kelas untuk mendiskusikan kepada kepala sekolah apa yang menjadi perhatian siswa. Dalam hal ini siswa mengidentifikasi sendiri apa kebutuhan mereka yang dapat memberi sumbangan kepada pengembangan sekolah. Beberapa usulan kegiatan, pelaksanaannya menjadi tangung jawab siswa. Masalah-masalah lain yang juga menjadi perhatian dari semua sekolah adalah kebutuhan akan adanya lingkungan yang aman bagi siswa (dan guru) untuk datang ke sekolah. Semua sekolah menyatakan adanya kebutuhan akan adanya pagar yang dapat melindungi mereka dari hewan maupun orang yang tidak diinginkan serta mencegah siswa berkeliaran di luar. Dinding atau pagar yang mengelilingi lingkungan sekolah merupakan simbol yang menyatakan bahwa sekolah adalah tempat belajar bagi siswa. Hal ini merupakan masalah penting bagi semua sekolah.
Satu hasil penting yang tersirat namun belum diteliti adalah bahwa sekolah-sekolah tersebut sebelumnya hanya menarik bagi siswa di Kecamatan yang bersangkutan. Tetapi sekarang ini, sekolah dapat menarik perhatian siswa dari Kecamatan atau daerah lain. Dengan memperhatikan minat pendidikan dan pribadi siswa, tampak bahwa sekolah menerima penghargaan dan perhatian masyarakat luas.
Keterpaduan Masyarakat: Orang tua siswa dan masyarakat setempat sering kali tidak dilihat sebagai aset yang berharga dalam peningkatan mutu pendidikan. Dengan melibatkan orang tua siswa, kantor pendidikan dan pemerintah, serta pengusaha setempat, sekolah memperoleh sumber tambahan baik dalam hal dukungan pendidikan maupun sumber-sumber keuangan tambahan untuk pengembangan sekolah. Terdapat variasi fungsi BP3, namun program yang paling efektif dapat memberikan pertanggungjawaban terhadap organisasi dalam memutuskan program mana yang akan didanai. Pada umumnya kepala sekolah menerima masukan dari para pemegang peran mengenai cara meningkatkan sekolah. Biasanya kepala sekolah dan guru ingin mendiskusikan masalah-masalah yang terkait dengan upaya untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Gagasan-gagasan tersebut akan dirumuskan untuk menjadi program-program oleh kepala sekolah dan dipresentasikan kepada BP3 untuk disetujui. Berdasarkan dana yang tersedia (dan sumbangan khusus dari orang tua siswa dalam hal-hal tertentu), anggota BP3 memutuskan program mana yang akan dilaksanakan pada tahun tersebut. Selain para orang tua siswa, wakil masyarakat dapat pula berperan serta dalam rapat tersebut khususnya apabila bantuan mereka dibutuhkan untuk suatu proyek. Hal ini akan diikuti dengan pembentukan komite (yang beranggotakan para pemegang peran) yang akan mengawasi pelaksanaan program. Kepala sekolah berfungsi sebagai penasihat pada keseluruhan proyek ini. Motivasi orang tua siswa sangat tinggi ketika mereka diberi tanggung jawab dalam pengambilan keputusan. Beberapa sekolah mencatat adanya kenaikan sumbangan dari orang tua siswa walaupun mengalami masa krisis ekonomi di tahun 1997-1998. Pada sekolah lain, BP3 setuju untuk menurunkan sumbangan bulanannya karena menurunnya pendapatan orang tua siswa selama masa tersebut. Ketika anggota BP3 diberi tanggung jawab untuk menyetujui dan memonitor pemanfaatan dana, mereka cenderung untuk memberi sumbangan yang lebih banyak setelah mengetahui bahwa dana tersebut dimanfaatkan secara langsung untuk membantu sekolah.
Beberapa model "pengembangan sekolah" memperoleh keuntungan dengan bekerja sama dengan Kandep Dikbud dan Pemerintah Daerah setempat dalam mendukung program pendidikan atau meningkatkan lingkungan sekolah. Sebagai contoh, ada dua sekolah yang menerima bantuan dari Pemda setempat untuk memperbaiki gerbang sekolah. Sekolah lain memperoleh bantuan dari pengusaha setempat dalam mendanai pembangunan tembok sekeliling sekolah. Kemungkinan pencarian sumber dana secara lokal dapat membantu sekolah sehingga mereka tidak tergantung pada Depdikbud dalam pemenuhan semua kebutuhan mereka. Ketersediaan dana yang dapat dimanfaatkan segera dapat memberi peluang bagi sekolah untuk merencanakan pengembangan berikutnya dan pada saat yang sama terdapat kesinambungan di tingkat sekolah.
ARTIKEL 4 :
Mahalnya Pendidikan Kejuruan

DALAM undang-undang, anggaran untuk pendidikan dialokasikan sebesar 20%, sehingga diharapkan pendidikan di Indonesia dapat lebih maju bila dibanding tahun-tahun sebelumnya.Pengalokasian anggaran sebesar itu kenyataannya belum dapat terealisasi sepenuhnya sampai saat ini. Penyebabnya banyak. Yang jelas anggaran untuk pendidikan sampai saat masih kurang dari kebutuhan yang seharusnya. Oleh karena itu wajarlah kalau mutu pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah.
Pendidikan tingkat menengah dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah umum seperti SMA atau sejenisnya. Sedangkan pendidikan menengah kejuruan, seperti SMK (Sekolah Menengah Kejuruan).
Pengelolaan dua kelompok sekolah ini sangat berbeda jauh. Untuk SMA, tujuan
utamanya adalah tamatannya dapat diterima/melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sedangkan SMK tamatannya diharapkan dapat bekerja pada perusahaan/instansi/orang lain atau menciptakan lapangan kerja sendiri.
Oleh karena itu pendidikan di SMK diharapkan dapat membekali para
siswaya/tamatannya berupa keterampilan yang dapat menjadi bekal hidup kelak
di kemudian hari.Untuk mencetak tamatan seperti tersebut di atas dibutuhkan biaya tidak sedikit. Apalagi di SMK yang menyelenggarakan beberapa bidang keahlian (jurusan), jelas biaya sangat tinggi. Misalnya satu SMK menyelenggarakan bidang keahlian teknik mesin dan bidang keahlian Bisnis dan Manajemen, maka pengeluaran biaya untuk kegiatan belajar - mengajarnya harus selalu tersedia, kalau kegiatan itu ingin lancar.
PraktikSecara umum kegiatan belajar- mengajar di SMK meliputi teori dan praktik. Kegiatan belajar teori pada prinsipnya sama dengan sekolah umum. Sedangkan kegiatan belajar praktik merupakan kegiatan belajar yang seharusnya lebih banyak dibanding dengan kegiatan teori. Oleh karena itu sebenarnya untuk SMK ruang teori bukan merupakan hal sangat penting, karena siswa seharusnya lebih banyak di ruang praktik.
Untuk menunjang kegiatan belajar praktik di SMK, diperlukan dana untuk penyediaan peralatan maupun bahan praktik yang dibutuhkan.
Tanpa tersedianya alat dan bahan tersebut, maka SMK akan menjadi SMK teori atau dikenal juga istilah SMK sastra. Alat dan bahan yang dibutuhkan
kegiatan praktik siswa rata-rata harganya relatif mahal, sehingga untuk
kelancaran praktik tersebut diperlukan biaya yang banyak/besar.
Disamping itu, untuk mencapai sasaran yang diharapkan diperlukan tenaga
pengajar/guru yang mempunyai kompetensi di bidangnya. Untuk mendapatkan guru yang seperti ini tidak mudah. Apalagi teknologi terus berkembang sesuai
dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Seharusnya guru selalu mengikuti
perkembangan teknologi agar tidak ketinggalan teknologi. Diharapkan mereka
mengajarkan teknologi yang terkini. Hal ini pun masih terdapat kendala,
karena pendidikan memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga yang diajarkan sekarang mungkin pada saat siswa tamat, teknologi tersebut sudah
ketinggalan.Sangat PerluPelatihan atau kursus merupakan suatu hal yang sangat diperlukan guru SMK, agar tidak ketinggalan teknologi. Beberapa cara, baik pelatihan di dalam maupun di luar negeri. Diadakan/diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh sekolah itu sendiri secara mandiri, jika sekolah itu mampu.Mengirim guru untuk meng-ikuti pelatihan yang dibiayai sendiri oleh sekolah, perlu memperhitungkan biaya yang dikeluarkan. Selain biayanya menjadi cukup tinggi, juga perlu dihitung secara cermat agar pengiriman mengikuti pelatihan tidak mengganggu kegiatan di sekolah.
Mungkin juga dapat dicari tempat-tempat pelatihan yang dapat membantu
pelatihan guru.Jika mengirim guru untuk mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh
pemerintah, sekolah harus menunggu program pemerintah. Pelatihan apa yang
akan diselenggarakan dan kapan pelaksanaannya, sehingga walaupun kita sudah sangat butuh guru mempunyai kompetensi tertentu, kalau pemerintah belum menyelenggarakan, maka guru tetap menunggu. Di sisi lain pemerintah masih menunggu anggaran yang tepat untuk itu.
Berbeda dengan pelatihan yang direncanakan dan dibiayai sendiri oleh
sekolah. Jenis pelatihan apa yang dibutuhkan dan kapan akan dilaksanakan
dapat segera diadakan.Dengan cara ini sekolah tidak mengalami kesulitan
mendapatkan kompetensi guru yang sangat dibutuhkan.
Disamping kegiatan belajar teori dan praktik di sekolah, siswa juga
diwajibkan mengikuti kegiatan Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Sekarang
disebut juga dengan istilah Praktik Kerja Industri (Prakerin). Semua siswa
SMK wajib mengikuti program ini. Pelaksanaannya dapat dimulai dari kelas 1
sampai kelas 3. Namun biasanya prakerin ini dilaksanakan mulai dari kelas 2
dan 3. Karena kalau mulai dari kelas 1, dianggap belum siap.
Lama kegiatan prakerin ini antara satu sekolah dengan sekolah lain
bervariasi (tidak sama). Juga antara bidang keahlian yang satu dengan yang
lain pun waktunya tidak sama. Tempat prakerin pun menentukan lama tidaknya
prakerin tersebut. Oleh karena itu banyak hal yang menentukan lama tidaknya
waktu prakerin. Secara umum lama prakerin berkisar antara tiga bulan sampai
enam bulan.
Tempat/lokasi prakerin dapat dibicarakan antara siswa dengan sekolah. Karena
tempat prakerin ini dapat dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah. Bagi
sekolah yang kegiatan Unit Produksinya sudah berkembang dapat digunakan
untuk prakerin.
Unit produksi di SMK merupakan kegiatan usaha yang bertujuan untuk
memperoleh nilai tambah/keuntungan dari kegiatan usaha. Baik kegiatan usaha
jasa atau kegiatan produksi, sehingga diharapkan ada tambahan pemasukan
untuk sekolah, yang dapat mendukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah.
Bagi sekolah yang unit produksinya belum berkembang, pelaksanaan prakerin
dilaksanakan di luar sekolah. Pengertian di luar sekolah yaitu dilaksanakan
di dunia usaha atau dunia industri. Riilnya tempat pelaksanaan prakerin di
instansi pemerintah atau swasta dan dapat pula dilaksanakan di
perusahaan-perusahaan baik milik pemerintah maupun swasta yang ada di
Indonesia.
Bagi sekolah yang sudah maju dan mampu, prakerin tidak hanya dilaksanakan di
dalam negeri tetapi dilaksanakan juga di luar negeri, dengan waktu
pelaksanaan relatif lebih lama. Rata-rata waktunya lebih lama bila dibanding
dengan prakerin yang dilaksanakan di Indonesia (dalam negeri).
Negara tujuan perlu disesuaikan dengan bidang keahlian dari sekolah pengirim
peserta prakerin. Untuk kelancaran prakerin sekolah perlu mempersiapkan,
baik siswanya ataupun pelengkapan administrasinya.,sehingga siswa tidak
mengalami hambatan untuk keberangkatannya ke luar negeri.
Untuk melaksanakan prakerin ini, kalau tempatnya di luar sekolah/di luar
luar propinsi atau bahkan di luar negeri, sudah barang tentu juga diperlukan
dana yang tidak sedikit, baik yang menjadi beban siswa itu sendiri maupun
beban sekolah.
Biaya itu antara lain untuk transportasi dan kalau prakerin ke luar negeri
disamping biaya transportasi juga untuk penyelesaian
surat-surat/administrasi.
Kalau biaya-biaya itu dikumpulkan atau dihitung dari awal, siswa masuk
sampai siswa tamat dari SMK, maka jumlahnya menjadi sangat besar. Bila
dibandingkan dengan sekolah umum, bedanya sangat jauh/besar. Hal ini
kadang-kadang orang tua/wali siswa ada yang belum menyadari, sehingga kalau
pihak sekolah mengajukan anggaran belum sepenuhnya diterima oleh
masyarakat/orang tua siswa.
Memang pemerintah melalui Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
(Dikmenjur) telah menawarkan beberapa program untuk membantu kelancaran
pelaksanaan program di SMK. Namun tidak semua SMK dapat mengajukan bantuan
tersebut karena ada beberapa faktor persyaratan yang sulit/tidak dapat
dipenuhi. Disamping itu dari pemerintah Provinsi atau Kabupaten juga
kadang-kadang ada bantuan untuk SMK.
Namun lagi-lagi belum dapat menjangkau ke semua sekolah karena jumlah SMK
baik dalam hitungan tingkat provinsi maupun kabupaten jumlahnya cukup
banyak, sehingga yang mendapat bantuan pun menjadi sangat terbatas. Maka
tinggal pandai-pandainya sekolah bersaing untuk mendapatkan bantuan
tersebut.
Dari jumlah SMK yang hitungannya banyak itu untuk wilayah Provinsi Jawa
Tengah dan kabupaten-kabupaten yang ada , jumlah SMK negerinya sangat
sedikit. Sebagian besar adalah sekolah swasta yang kondisinya sangat
bervariasi. Dari sekolah kondisinya sangat baik sampai sekolah yang
kondisinya kurang baik.
Keberadaan/lokasi SMK inipun sangat beragam. Ada SMK yang lokasinya di kota
dan sangat strategis sampai dengan SMK yang lokasinya jauh dari kota atau di
desa. Letak/lokasi keberadaan SMK ini sangat mempengaruhi perkembangan
sekolah.
Rata-rata SMK yang berada di kota lebih cepat mengikuti perkembangan ilmu
dan teknologi, dibanding sekolah yang jauh dari kota. Hal ini dikarenakan
adanya dorongan dari luar sekolah yang selalu terjadi
perubahan/perkembangan, sehingga mau tidak mau sekolah terpacu untuk
mengikuti perkembangan yang ada di sekitarnya.
Untuk menunjang kelancaran kegiatan belajar - mengajar baik itu sekolah
negeri maupun swasta diperlukan dana. Dana dapat digali melalui beberapa
sumber. Namun bagi sekolah swasta sumber dana utama adalah dari orang tua
siswa. Padahal yang masuk SMK terutama rata-rata dari kalangan ekonomi
menengah ke bawah dan sebagian besar berada jauh dari kota. Karenanya kalau
orang tua siswa dimintai biaya sekolah yang tinggi merasa keberatan.
Seharusnya biaya yang dikeluarkan orang tua siswa SMK jauh lebih besar
dibanding biaya untuk sekolah umum.
Bagi sekolah swasta disamping untuk membiayai kegiatan-kegiatan seperti
tersebut di atas, juga untuk membayar honorarium guru. Sebagian besar
sekolah swasta gurunya juga guru swasta, yang pembayaran honorarium/gajnya
tergantung sekolah atau yayasan sebagai penyelenggara.
Antara biaya dan prestasi sekolah merupakan suatu hal saling berhubungan.
Sekolah dapat maju dan berkembang apabila ditunjang dengan dana yang cukup.
Akan tetapi kalau dana tersebut dibebankan kepada orang tua siswa maka
bebannya menjadi berat. Mungkin jumlah siswa di SMK sedikit, karena tidak
mampu membayar sekolah.
Dari kenyataan tersebut di atas maka SMK sulit melakukan perkembangan. Yang
terjadi saat ini pada sekolah-sekolah terutama yang kesulitan dana, hanya
melaksanakan kurikulum apa adanya. Tuntutan perkembangan masih menjadi
anggaran atau impian saja. Kecuali kalau ada donatur/intitusi yang dengan
suka rela membantu sekolah yang sedang mengalami kesulitan dana
tersebut.

ARTIKEL 5 :
Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar. yang harus dilaksanakan minimal 9 tahun