Sabtu, 23 Mei 2009

Pendidikan nonformal 2

Pendidikan nonformal 2

1. UNTUK TINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN NON FORMAL
SKB SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG BERIKAN PELATIHAN BAGI PARA TUTOR

Untuk meningkatkan mutu tenaga pendidik dan kependidikan, pendidikan non formal, di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Sanggar Kegiatan Belajar Muaro Sijunjung melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi PTK PNF.
Peserta Diklat terdiri dari unsur tutor kesetaraan Paket B 20 orang, Paket C 20 orang, PAUD 20 orang, tutor keaksaraan fungsional 20 orang dan penyelenggara program sebanyak 20 orang.
Kepala SKB Muaro Sijunjung, Awaluddin Zainu. S.Sos, mengatakan, pelatihan ini dilaksanakan mulai 5 Nopember sampai 10 Nopember mendatang. Sedangkan instruktur berasal dari Dinas Pendidikan Propinsi Sumatera Barat, Balai Pengembangan Kegiatan Belajar Sumatera Barat, Dinas Pendidikan Kabupaten serta Kepala SKB Muaro Sijunjung.
Lebih lanjut Awaluddin Zainu menjuelaskan, sesuai dengan undang-ungdan No.22 Tahun 2003, pendidikan di Indonesia terbagi 3 kategori, diantaranya pendidikan formal yang diperoleh di bangku sekolah. Pendidikan Non formal yang diperdapat diberbagai lembaga atau organisasi dan pendidikan Informal yang diperdapat dalam lingkungan keluarga.
”Nah sekarang ini yang kita laksanakan adalah pendidikan non formal, dengan pelatihan yang dilaksanakan ini, kita berharap pendidikan non formal ini akan semakin meningkat mutu dan kualitasnya. Untuk itu kita laksanakan pelatihan bagi para tutor, sebagai bekal bagi mereka dalam memberikan didikan bagi anak didik,” katanya.
Kepala SKB mengharapkan kepada seluruh peserta untuk dapat menterapkan ilmu yang di berikan instruktur, serta menerapkannya dalam pembinaan dilapangan nanti, sehingga ilmu yang telah di transfer instruktur benar-benar bermanfaat.








2. PENDIDIKAN NONFORMAL MASIH DIPOSISIKAN SEBAGAI PERAN "PEMBANTU"

Meskipun pendidikan nonformal sudah diakui eksistensinya melalui rumusan dalam undang-undang dan berbagai kebijakan, tetapi justru pada tataran undang-undang dan kebijakan itu, pendidikan nonformal menghadapi permasalahan mendasar. Permasalahan itu berupa masih diposisikan sebagai peran "pembantu" bagi pendidikan formal, masih memerlukan proses evaluasi bagi pengakuan kesetaraan antara pendidikan nonformal dan pendidikan formal, dan dibatasi hanya pada aktivitas pendidikan nonformal di dalam lingkup Departemen Pendidikan Nasional. Salah satu contoh aktual, semenjak tingkat kelulusan ujian nasional cenderung menurun, adalah kebijakan diperbolehkannya para siswa SMP dan SMA/SMK yang tidak lulus ujian nasional dapat mengikuti ujian kesetaraan Paket B dan Paket C.Demikian dipaparkan Prof. Dr. Yoyon Suryono, MS, dalam pidato pengukuhan Guru Besar, Sabtu (5/7) di Ruang Sidang Rektorat UNY. Prof. Yoyon dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Evaluasi Pendidikan Nonformal pada FIP UNY. Pidato berjudul Politik Pendidikan Nonformal Dalam Membangun Masyarakat Belajar yang Demokratis diucapkan di depan Rapat Terbuka Senat UNY.Lebih lanjut dikatakan, Pendidikan nonformal memiliki banyak sasaran warga belajar yang tidak dapat ditangani oleh sekolah secara tunggal seperti rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dilihat menurut Indeks Pembangunan Manusia, banyaknya warga masyarakat miskin dan buta huruf, pengangguran terdidik, anak balita dan anak usia sekolah yang belum terlayani oleh sekolah di samping banyaknya anak putus sekolah pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Di sini pendidikan nonformal menghadapi permasalahan yang berupa keragaman sasaran dan sebaran sasaran secara geografis yang begitu luas.Misi utama pendidikan nonformal harus memiliki keberpihakan kepada kelompok masyarakat yang terpinggirkan (antara lain terjadi karena proses kemiskinan struktural) dan lingkungan yang semakin rusak, sehingga dengan demikian segenap aktivitas pendidikan nonformal selalu didasarkan pada upaya pengembangan SDM (individu dan masyarakatnya) dan pelestarian sumber daya alam yang dimiliki berbasis pada kebutuhan riil individu dan masyarakat yang terpinggirkan itu, bukan kepentingan proyek.Ditambahkan Yoyon, pendidikan nonformal sebagai bagian tak terpisahkan dari pendidikan nasional, dapat berperan melaksanakan kebijakan pemerataan pelayanan pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat. Pendidikan nonformal yang watak dasarnya adalah populis bukan elitis dapat mampu memberikan kemudahan kepada individu dan masyarakat untuk belajar dan mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, dan melanjutkan pendidikan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. �Pendidikan nonformal penting untuk mengembangkan keberpihakan kepada masyarakat yang tidak mampu dengan tetap memperhatikan pentingnya kualitas pendidikan yang bisa menjawab tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan perubahan masyarakat, tuturnya.


3. Pendidikan Nonformal

Kesulitan Dan tantangan dalam kehidupan manusia baik yang diakibatkan oleh lingkungan maupun alam yang kurang bersahabat, sering memaksa manusia untuk mencari cara yang memungkinkan mereka untuk keluar dari kesulitan yang dialaminya. Masih banyaknya warga yang tidak melanjutkan pendidikan ke taraf yang memungkinkan mereka menggeluti profesi tertentu, menuntut upaya-upaya untuk membantu mereka dalam mewujudkan potensi yang dimilikinya agar dapat bermanfaat bagi pembangunan bangsa.
Sejauh ini, anggran yang berkaitan dengan pendidikan mereka masih terbatas, sehingga berbagai upaya untuk dapat terus mendorong keterlibatan masyarakat dalam membangun pendidikan terus dilakukan oleh pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar makin tumbuh kesadaran akan pentingnya pendidikan dan mendorong masyarakat untuk terus berpartisipasi aktif di dalamnya.
Bertitik tolak dari permasalahan yang dihadapi, pendidikan luar sekolah berusaha mencari jawaban dengan menelusuri pola-pola pendidikan yang ada, seperti pesantren, dan pendidikan keagamaan lainnya yang keberadaannya sudah jauh sebelum Indonesia merdeka, bertahan hidup sampai sekarang dan dicintai, dihargai dan diminati serta berakar dalam masyarakat. Kelanggengan lembaga-lembaga tersebut karena tumbuh dan berkembang, dibiayai dan dikelola oleh dan untuk kepentingan masyarakat. Di sisi lain, masyarakat merasakan adanya kebermaknaan dari program-program belajar yang disajikan bagi kehidupannya, karena pendidikan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi nyata masyarakat.
Dalam hubungan ini pendidikan termasuk pendidikan nonformal yang berbasis kepentingan masyarakat lainnya, perlu mencermati hal tersebut, agar keberadaannya dapat diterima dan dikembangkan sejalan dengan tuntutan masyarakat berkaitan dengan kepentingan hidup mereka dalam mengisi upaya pembangunan di masyarakatnya. Ini berarti bahwa pendidikan nonformal perlu menjadikan masyarakat sebagai sumber atau rujukan dalam penyelenggaaraan program pendidikannya.
Hasil kajian Tim reformasi pendidikan dalam konteks Otonomi daerah (Fasli Jalal, Dedi Supriadi. 2001) dapat disimpulkan bahwa apabila pendidikan luar sekolah (pendidikan nonformal) ingin melayani, dicintai, dan dicari masyarakat, maka mereka harus berani meniru apa yang baik dari apa yang tumbuh di masyarakat dan kemudian diperkaya dengan sentuhan-sentuhan yang sistematis dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. Strategi itulah yang perlu terus dikembangkan dan dilaksanakan oleh pendidikan luar sekolah dalam membantu menyediakan pendidikan bagi masyarakat yang karena berbagai hal tidak terlayani oleh jalur formal/sekolah.
Bagi masyarakat yang tidak mampu, apa yang mereka pikirkan adalah bagaimana hidup hari ini, karena itu mereka belajar untuk kehidupan; mereka tidak mau belajar hanya untuk belajar, untuk itu masyarakat perlu didorong untuk mengembangkannya melalui Pendidikan nonformal berbasis masyarakat, yakni pendidikan nonformal dari, oleh dan untuk kepentingan masyarakat.



4. PENDIDIKAN NONFORMAL BERBASIS MASYARAKAT
Pendidikan berbasis masyarakat (communihy-based education) merupakan mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup. Kemunculan paradigma pendidikan berbasis masyarakat dipicu oleh arus besar modernisasi yang menghendaki terciptanya demokratisasi dalam segala dimensi kehidupan manusia, termasuk di bidang pendidikan. Mau tak mau pendidikan harus dikelola secara desentralisasi dengan memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat.~
Sebagai implikasinya, pendidikan menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan partisipasi masyarakat di dalamnva. Partisipasi pada konteks ini berupa kerja sama antara warga dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga dan mengembangkan aktivitas pendidikaan. Sebagai sebuah kerja sama, maka masvarakat diasumsi mempunyai aspirasi yang harus diakomodasi dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu program pendidikan.


5. PROGRAM-PROGRAM PENDIDIKAN NONFORMAL UNTUK MENINGKATKAN TARAF HIDUP MASYARAKAT PEDESAAN

Program Riset Pembangunan pedesaan mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan daerah dan pembangunan nasional. Hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat tinggal di daerah pedesaan dengan lingkungan yang memiliki potensi alam yang melimpah, lagi pula pembangunan pedesaan menyentuh langsung kepentingan masyarakat desa. Oleh sebab itu pemerintah seharusnya memberikan perhatian besar dan lebih serius terhadap pembangunan desa. Sekalipun kemajuan dalam pembangunan desa telah banyak dirasakan manfaatnya, namun masih banyak pula masalah-masalah yang perlu dipecahkan untuk lebih memantapkan pembangunan desa. Khususnya dari segi peningkatan dan pemerataan pendidikan nonformal perlu ditemu kenali aspek-aspek mendasar dari kehidupan masyarakat desa sebagai subyek (warga belajar). Untuk maksud itu setiap lembaga yang bertanggung jawab atas pengembangan pendidikan nonformal pada masyarakat pedesaan perlu melaksanakan kegiatan penelitian secara mendalam dan luas. Menyadari akan kepincangan-kepincangan yang ada di daerah pedesaan, maka program riset dalam rangka pelaksanaan pendidikan nonformal bagi masyarakat pedesaan merupakan satu kebutuhan. Salah satu jenis penelitian yang akurat dan cepat hasilnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan adalah action research. Untuk mengejar ketinggalan-ketinggalan yang dihadapi masyarakat desa perlu dikembangkan jenis penelitian ini.

Program Pendidikan nonformal dengan Menggunakan Bahasa Ibu Masyarakat pedesaan terdiri atas berbagai suku bangsa yang memiliki bahasa lokal masing-masing, ingat saat ini masih digunakan secara lisan dalam pergaulan hidup seharí-hari. Pesan-pesan pendidikan nonformal akan lebih mudah dan cepat dihayati dan dimengerti oleh masyarakat apabila disampaikan dalam bahasa lokal atau bahasa ibu mereka. Selain itu, dengan menggunakan bahasa ibu dalam menyampaikan pesan-pesan pendidikan nonformal, sekaligus dapat melestarikan bahasa ibu guna memperkaya kebudayaan nasional. Hasil penelitian Jim Cummis (2005) menjelaskan bahwa anak-anak yang kuat akan lebih dapat membangun kemampuan keaksaraan mereka dalam bahasa yang digunakan di temapat pendidikan. .Jika orang tua dan pengasuh lainnya (misalnya kakek atau nenek) bisa meluangkan waktu dengan anak-anak mereka, serta bercerita atau mendiskusikan masalah tertentu sehingga dapat
mengembangkan keaksaraan dalam konsep bahasa ibu mereka, maka anak-anak bisa lebih siap untuk mempelajari bahasa di tempat pendidikan, dan berhasil dalam pendidikan mereka. Pengetahuan dan keterampilan mereka dialihkan dari bahasa ibu yang telah mereka pelajari di rumah ke dalam bahasa yang digunakan di tempat pendidikan. Dari sudut pandangan pengembangan konsep dan keterampilan berfikir anak-anak, kedua bahasa ini saling bergantung satu sama yang lain. Pengalihan lintas bahasa terjadi secara dua arah, jika bahasa ibu dipromosikan di sekolah (misalnya dalam program pendidikan dwibahasa) makan konsep kemampuan berbahasa dan ketrampilan keaksaraan yang dipelajari oleh anak- anak dalam bahasa ibu mereka. Singkatnya kedua bahasa itu bisa saling terpelihara jika lingkungan pendidikan mendukung anak-anak untuk menggunakan dua bahasa. Dengan pendekatan bahasa ibu dalam proses pembelajaran, peluang untuk keberhasilan cukup tinggi karena yang dipelajari adalah ucapan, kata-kata yang setiap saat muncul di dalam kehidupan baik dalam proses sosial, ekonomi maupun proses budaya. Pemahaman makna yang dipelajari akan lebih mudah dimengerti karena kata-katanya sudah menjadi bagian tentang apa yang telah dikerjakan atau dilakukan dalam kehidupannya. Manfaat yang didapatkan dari pembelajaran dengan menggunakan bahasa ibu (bahasa rimba) adalah:

a. Bisa menjadikan lebih cepat akrab dengan warga belajar
b. Bisa mempelajari dan memahami struktur bahasa warga belajar
c. Warga belajar dapat melestarikan adat mereka
d. Memotivasi pada warga belajar untuk menularkan kemampuan membaca, menulis, dan menghitung kepada generasi berikutnya.




Program Radio Siaran Pendidikan Nonformal Kegiatan dan peristiwa pembelajaran, khususnya pendidikan nonformal perlu diusahakan melalui berbagai altrenatif program strategis yang bervariasi dan inovatif, sehingga dapat memberikan pelayanan secara maksimal kepada setiap warga masyarakat sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, kecepatan dan ketepatan belajar setiap warga masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat perluasan dan pemerataan belajar bagi seluruh lapisan masyarakat. Salah satu alternatif pembelajaran pendidikan nonformal yang cukup strategis dan inovatif adalah saluran media. Melalui media pesan atau bahan belajar dapat dikomunikasikan ecara efektif untuk merangsang pikiran, sehingga terdorong untuk belajar secara optimal. Radio sebagai salah satu media dengar, cukup efektif terutama bagi masyarakat di daerah pedesaan yang sulit menjangkaunya (terpencil / terisolir). Hal itu dapat dipahami karena masyarakat terpencil sulit dijangkau secara langsung melalui media cetak dan media visual (televisi), yang dapat diusahakan dan diimiliki masyarakat terpencil / terisolir adalah radio. Untuk mengkomunikasikan pesan-pesan pendidikan nonformal secara luas kepada masyarakat, terutama yang hidup di daerah terpencil / terisolir, sangat diperlukan radio siaran pendidikan nonformal.

Program Lab-site Pendidikan Nonformal Bila dikaitkan dengan kebutuhan belajar masyarakat pedesaan, maka perlu dirancang ujicoba model-model pembelajaran pendidikan nonformal yang relavan dengan kebutuhan masyarakat. Kegiatan ujicoba ini lebih intensif bila dilaksanakan pada suatu wilayah / lokasi yang dirancang khusus sebagai lab-site PNF. Selain itu pelatihan bagi para tenaga tutor dan pembelajaran warga masyarakat akan lebih berhasil bila diselenggarakan pada lab-site PNF. Dengan demikian sangat diperlukan suatu lab-site PNF yang akan berfungsi sebagai tempat praktek atau tempat rintisan program-program PNF dan tempat latihan bagi tutor-tutor dalam membelajarkan warga belajar.