Sabtu, 23 Mei 2009

Pendidikan Non Formal 3

Artikel 1:
Peran Strategis Pendidikan Non Formal
S U W A N T O
Di samping mengembangkan pendidikan formal, Indonesia juga berkonsentrasi menata sektor non formalnya. Peluang ke arah situ terbuka lebar dikarenakan banyaknya peminat untuk bisa melanjutkan belajar dijenjang yang lebih tinggi yang beorientasi pada ketrampilan kerja.. Dilihat dari subtansinya, pendidikan nonformal di sini adalah sebuah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai atau setara dengan hasil program pendidikan formal, setelah proses penilaian atau penyetaraan oleh lembaga pendidikan yang ditunjuk oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan mengacu pada standart nasional pendidikan. Dengan hal ini ijazah yang bisa dikeluarkan oleh lembaga pendidikan nonformal tidak meragukan bagi seorang pelajar atau mahasiswa yang menuntut ilmu di dalam pendidikan nonformal tersebut. Kini di berbagai daerah sangat banyak dengan adanya program pendidikan nonformal, baik itu jenis program apa yang diinginkan oleh semua pelajar dan mahasiswa sesuai dengan keahlianya masing-masing.
Pada umumnya dalam pendidikan nonformal, peminatnya berorientasi kepada pada studi yang singkat, dapat kerja setelah menyelesaikan studi, dan biayanya pun juga tidak terlalu mahal, sehingga tidak meresakan bagi seorang pelajar atau golongan ekonomi menengah. Kini pendidikan non formal dari tahun ke tahun mengalami kemajuan dan dapat meluluskan banyak mahasiswa yang berkualitas dan unggul dalam dunia pekerjaan. Dengan adanya program pendidikan bermodel demikian, angka pengangguran dan kemiskinan dapat ditekan dari tahun ke tahun
Pendidikan non formal pun berfungsi sebagai pengembangan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional. Contoh dari pendidikan noformal pendidikan seperti adalah ADTC dan Marcell Education Center (MEC) yang siap menyalurkan lulusan terbaiknya ke berbagai perusahaan rekanan. Ini merupakan tawaran yang patut di pertimbangkan di tengah sulitnya mencari lapangan pekerjaan seperti sekarang ini. Antonius Sumamo selaku Branch Manager English Langguage Training International (ELTI) Yogyakarta, juga menuturkan bahwa kemunculan lembaga pendidikan nonformal seperti lembaga pelatihan bahasa misalnya, sebenarnya tidak hanya berfungsi untuk menyiapkan diri dalam menghadapi persaingan di era globalisasi. Setidaknya dengan penguasaan bahasa asing, individu akan dimudahkan dalam melakukan penyerapan berbagai ilmu pengetahuan yang saat ini hampir semua refrensi terbarunya hanya tersedia dalam bahasa asing. Selanjutnya keunggulan tersebut dapat dapat pula memperluas peluang individu dalam menangkap berbagai kesempatan. Ini merupakan bukti nyata upaya memperkuat struktur riil perekonomian masyarakat yang belakangan makin terpuruk. Disaat banyak orang kebingungan mencari pekerjaan, banyak lulusan lembaga pendidikan non formal yang menciptakan lapangan pekerjaan.
Namun dibalik semua keunggulan dan variasi lembaga pendidikan non formal yang tersedia, kejelian masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan non formal sebagai wahana untuk mengasah ketrampilan dan menyiapkan diri dalam menghadapi persaingan penting untuk dipertahankan. Indikator yang paling sederhana adalah seberapa besar kesesuaian bidang pelatihan yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan non formal dengan minat maupun bidang yang saat ini digeluti. Tujuanya, tentu tidak lain supaya keahlian yang didapatkan dari pelatihan lembaga pendidikan non formal dapat berjalan beriringan dan saling melengkapi minat dan dunia yang digeluti, serta meningkatkan keunggulan kompetetif yang dimiliki. Lebih lanjut, kejelian dalam memilih juga berfungsi pula agar inventasi finansial yang telah ditanamkan tidak terbuang percuma karena program yang sedang dijalani.
Artikel 2 :
Penyetaraan Home Schooling
Jakarta -- Direktur Pendidikan Kesetaraan Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Ella Yulaelawati mengatakan siswa yang mengikuti pendidikan home schooling atau sekolah rumah bisa disetarakan dengan siswa sekolah biasa. Peserta home schooling harus mengikuti ujian persamaan pendidikan nonformal berupa kejar paket A untuk sekolah dasar, paket B untuk sekolah menengah pertama, dan paket C untuk sekolah menengah atas atau ujian di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat.
"Mata pelajaran yang diujikan sama seperti pendidikan formal, yang disesuaikan dengan tingkatannya," kata Ella di Jakarta kemarin. Untuk peserta didik home schooling privat, kata Ella, akan masuk ke dalam pendidikan informal. Sedangkan home schooling yang merupakan gabungan dari beberapa siswa atau sekolah majemuk masuk dalam kategori pendidikan nonformal, seperti kelompok belajar. "Sampai saat ini belum ada data yang pasti berapa jumlahnya," kata Ella.

Artikel 3 :
PROGRAM PENDIDIKAN NONFORMAL UNTUK MASYARAKAT PEDESAAN
Abstrak : Warga masyarakat pedesaan sebagai bagian dari komunitas penduduk yang memerlukan layanan pendidikan nonformal, selayaknya mendapat layanan pendidikan yang sesuai kebutuhan belajarnya. Untuk mengembangkan dan melaksanakan pendidikan nonformal bagi mereka, dapat dilakukan melalui program riset, program pendidikan nonformal yang menggunakan bahasa ibu, program radio PNF dan program lab-site PNF.PENDAHULUAN Antara pendidikan formal dan pendidikan nonformal telah saling melengkapi. Out put pendidikan formal (sekolah) dari berbagai jenjang yang kurang memiliki keterampilan, sebagian dapat dilengkapi dengan keterampilan untuk dapat bekerja pada instansi negeri dan swasta, atau mengembangkan usaha mandiri (wirausaha). Selain itu mereka yang putus sekolah dan tidak sempat mengikuti pendidikan formal diberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan nonformal (program pendidikan life skill) sehingga mampu meningkatkan taraf hidupnya. Bersamaan dengan kemajuan-kemajuan dalam bidang pendidikan khususnya pendidikan nonformal, terdapat masalah-masalah atau kekurangan-kekurangan yang perlu dibenahi atau ditanggulangi dalam pembangunan selanjutnya. Salah satu masalah yang cukup menonjol adalah masalah pemerataan pendidikan. Dalam hal ini diakui bahwa masyarakat pedesaan terutama masyarakat terpencil dan terisolir masih belum terjangkau pendidikan termasuk pendidikan nonformal. Kelompok masyarakat ini perlu mendapat perhatian, sehingga kualitas dan taraf hidupnya dapat ditingkatkan. Tentu saja keberadaan mereka perlu diketahui sehingga dapat dirancang program-program pendidikan nonformal yang relevan dengan kebutuhan belajar merekaPERMASALAHAN

Masyarakat desa memiliki bahasa lokal yang masih digunakan dalam pergaulan hidup. Bagaimana upaya pendidikan untuk menyampaikan pesan-pesan pendidikan melalui bahasa lokal mereka sekaligus melestarikan bahasa lokal sebagai aset budaya bangsa
Sebagian masyarakat desa hidup di daerah terpencil/ terisolir. Hal ini merupakan persoalan untuk dijangkau dengan program pendidikan nonformal
Kebutuhan belajar masyarakat desa beraneka ragam, namun belum diketahui secara jelas sehingga sulit untuk merancang program-program pendidikan nonformal yang relevan dengan kebutuhan belajar mereka
Potensi alam masyarakat desa cukup banyak dan bervariasi, Namun terbatas kemampuan/ keterampilan warganya untuk memanfaatkan secara produktif.
PROGRAM-PROGRAM PENDIDIKAN NONFORMAL UNTUK MENINGKATKAN TARAF HIDUP MASYARAKAT PEDESAAN

Program Riset Pembangunan pedesaan mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan daerah dan pembangunan nasional. Hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat tinggal di daerah pedesaan dengan lingkungan yang memiliki potensi alam yang melimpah, lagi pula pembangunan pedesaan menyentuh langsung kepentingan masyarakat desa. Oleh sebab itu pemerintah seharusnya memberikan perhatian besar dan lebih serius terhadap pembangunan desa. Sekalipun kemajuan dalam pembangunan desa telah banyak dirasakan manfaatnya, namun masih banyak pula masalah-masalah yang perlu dipecahkan untuk lebih memantapkan pembangunan desa. Khususnya dari segi peningkatan dan pemerataan pendidikan nonformal perlu ditemu kenali aspek-aspek mendasar dari kehidupan masyarakat desa sebagai subyek (warga belajar). Untuk maksud itu setiap lembaga yang bertanggung jawab atas pengembangan pendidikan nonformal pada masyarakat pedesaan perlu melaksanakan kegiatan penelitian secara mendalam dan luas. Menyadari akan kepincangan-kepincangan yang ada di daerah pedesaan, maka program riset dalam rangka pelaksanaan pendidikan nonformal bagi masyarakat pedesaan merupakan satu kebutuhan. Salah satu jenis penelitian yang akurat dan cepat hasilnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan adalah action research. Untuk mengejar ketinggalan-ketinggalan yang dihadapi masyarakat desa perlu dikembangkan jenis penelitian ini.
Program Pendidikan nonformal dengan Menggunakan Bahasa Ibu Masyarakat pedesaan terdiri atas berbagai suku bangsa yang memiliki bahasa lokal masing-masing, ingat saat ini masih digunakan secara lisan dalam pergaulan hidup seharí-hari. Pesan-pesan pendidikan nonformal akan lebih mudah dan cepat dihayati dan dimengerti oleh masyarakat apabila disampaikan dalam bahasa lokal atau bahasa ibu mereka. Selain itu, dengan menggunakan bahasa ibu dalam menyampaikan pesan-pesan pendidikan nonformal, sekaligus dapat melestarikan bahasa ibu guna memperkaya kebudayaan nasional. Hasil penelitian Jim Cummis (2005) menjelaskan bahwa anak-anak yang kuat akan lebih dapat membangun kemampuan keaksaraan mereka dalam bahasa yang digunakan di temapat pendidikan. .Jika orang tua dan pengasuh lainnya (misalnya kakek atau nenek) bisa meluangkan waktu dengan anak-anak mereka, serta bercerita atau mendiskusikan masalah tertentu sehingga dapat mengembangkan keaksaraan dalam konsep bahasa ibu mereka, maka anak-anak bisa lebih siap untuk mempelajari bahasa di tempat pendidikan, dan berhasil dalam pendidikan mereka. Pengetahuan dan keterampilan mereka dialihkan dari bahasa ibu yang telah mereka pelajari di rumah ke dalam bahasa yang digunakan di tempat pendidikan. Dari sudut pandangan pengembangan konsep dan keterampilan berfikir anak-anak, kedua bahasa ini saling bergantung satu sama yang lain. Pengalihan lintas bahasa terjadi secara dua arah, jika bahasa ibu dipromosikan di sekolah (misalnya dalam program pendidikan dwibahasa) makan konsep kemampuan berbahasa dan ketrampilan keaksaraan yang dipelajari oleh anak- anak dalam bahasa ibu mereka. Singkatnya kedua bahasa itu bisa saling terpelihara jika lingkungan pendidikan mendukung anak-anak untuk menggunakan dua bahasa. Dengan pendekatan bahasa ibu dalam proses pembelajaran, peluang untuk keberhasilan cukup tinggi karena yang dipelajari adalah ucapan, kata-kata yang setiap saat muncul di dalam kehidupan baik dalam proses sosial, ekonomi maupun proses budaya. Pemahaman makna yang dipelajari akan lebih mudah dimengerti karena kata-katanya sudah menjadi bagian tentang apa yang telah dikerjakan atau dilakukan dalam kehidupannya. Manfaat yang didapatkan dari pembelajaran dengan menggunakan bahasa ibu (bahasa rimba) adalah:

Bisa menjadikan lebih cepat akrab dengan warga belajar
Bisa mempelajari dan memahami struktur bahasa warga belajar
Warga belajar dapat melestarikan adat mereka
Memotivasi pada warga belajar untuk menularkan kemampuan membaca, menulis, dan menghitung kepada generasi berikutnya.

Program Radio Siaran Pendidikan Nonformal Kegiatan dan peristiwa pembelajaran, khususnya pendidikan nonformal perlu diusahakan melalui berbagai altrenatif program strategis yang bervariasi dan inovatif, sehingga dapat memberikan pelayanan secara maksimal kepada setiap warga masyarakat sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, kecepatan dan ketepatan belajar setiap warga masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat perluasan dan pemerataan belajar bagi seluruh lapisan masyarakat. Salah satu alternatif pembelajaran pendidikan nonformal yang cukup strategis dan inovatif adalah saluran media. Melalui media pesan atau bahan belajar dapat dikomunikasikan ecara efektif untuk merangsang pikiran, sehingga terdorong untuk belajar secara optimal. Radio sebagai salah satu media dengar, cukup efektif terutama bagi masyarakat di daerah pedesaan yang sulit menjangkaunya (terpencil / terisolir). Hal itu dapat dipahami karena masyarakat terpencil sulit dijangkau secara langsung melalui media cetak dan media visual (televisi), yang dapat diusahakan dan diimiliki masyarakat terpencil / terisolir adalah radio. Untuk mengkomunikasikan pesan-pesan pendidikan nonformal secara luas kepada masyarakat, terutama yang hidup di daerah terpencil / terisolir, sangat diperlukan radio siaran pendidikan nonformal.
Program Lab-site Pendidikan Nonformal Bila dikaitkan dengan kebutuhan belajar masyarakat pedesaan, maka perlu dirancang ujicoba model-model pembelajaran pendidikan nonformal yang relavan dengan kebutuhan masyarakat. Kegiatan ujicoba ini lebih intensif bila dilaksanakan pada suatu wilayah / lokasi yang dirancang khusus sebagai lab-site PNF. Selain itu pelatihan bagi para tenaga tutor dan pembelajaran warga masyarakat akan lebih berhasil bila diselenggarakan pada lab-site PNF. Dengan demikian sangat diperlukan suatu lab-site PNF yang akan berfungsi sebagai tempat praktek atau tempat rintisan program-program PNF dan tempat latihan bagi tutor-tutor dalam membelajarkan warga belajar. PENUTUP Memahami kondisi warga masyarakat pedesaan dalam berbagai dimensi kehidupannya merupakan suatu keharusan bagi para pemerhati, pemikir dan praktisi pendidikan nonformal. Warga masyarakat pedesaan sebagai bagian dari komunitas penduduk yang memerlukan layanan pendidikan nonformal, hendaknya mendapat perhatian, dengan cara memberikan layanan pendidikan yang sesuai kebutuhan belajarnya. Untuk itu diperlukan upaya-upaya nyata bagi mereka, antara lain melalui program riset, program pendidikan nonformal yang menggunakan bahasa ibu. Program radio PNF dan program lab-site PNF, merupakan program yang disajikan hanya merupakan bagian kecil dari program-program yang dapat menyentuh kebutuhan mendesak bagi warga masyarakat pedesaan, sehingga pengembangan model-model pembelajaran perlu terus dilakukan.

Artikel 4 :
Prestasi Pendidikan Non Formal Kota Bukittinggi
Pendidikan Non Formal (PNF) Kota Bukittinggi meraih prestasi tingkat nasional. Dalam jambore yang diikuti 1000 PTK-PNF di Semarang berhasil menduduki peringkat 5, 6, 7 dan 13 untuk empat cabang yang diikuti. Begitu laporan Putri Lenggogeni Roesma, SE yang juga Direktris KKW Srikandi Bukittinggi yang disampaikan dalam acara silaturahmi dan Berbuka Bersama jajaran lembaga PNF dengan Pemerintah Kota Bukittinggi dan PWI Perwakilan Bukittinggi, Sabtu (06/09/08). Menurut Putri Lenggogeni, kontingen Sumatra Barat mendapat kunjungan yang paling ramai dalam jambore ini. Berbagai informasi tentang Sumatra Barat diminta pengunjung, namun dalam kondisi yang serba terbatas semua pertanyaan dapat dijawab dan pengunjung merasa cukup puas dengan pelayanan yang diberikan. Ditambahkan Putri, adanya pengalokasian dana 20 persen dari APBD Kota Bukittinggi untuk sektor pendidikan, merupakan suatu langkah maju yang perlu tetap dipertahankan di masa mendatang. Namun kepada pemerintah terutama Dinas Pendidikan Kota Bukittinggi diminta untuk lebih transparan dan berimbang dalam memanfaatkan dana tersebut antara pendidikan formal dan pendidikan non-formal. Sekda Kota Bukittinggi, Drs. H. Khairul menyatakan, dalam dunia pendidikan baik formal maupun non formal, Kota Bukittinggi sangat berprestasi. Artinya Pemko Bukittinggi lebih mementingkan pembangunan sumber daya manusia. Keseimbangan pembangunan fisik dan non-fisik sangat diperhatikan Pemko Bukittinggi, sebagaimana yang diamanatkan dalam Lagu Indonesia Raya ".....bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya." Dalam menyelenggarakan pembangunan, kata Khairul, Pemko Bukittinggi akan selalu memperhatikan kepentingan masyarakat. Sarana dan prasarana yang dibangun pun disesuaikan dengan kepentingan umum. Konsep dan motto gerakan pembangunan yang dilaksanakan Pemko Bukittinggi; ðari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat". "Siapa pun masyarakatnya berhak mendapatkan informasi dan pelayanan yang sama dari pemerintah Kota Bukittinggi. Aparatur pemerintah di jajaran Pemko Bukittinggi juga sudah dibekali dengan paradigma menjadi pelayan masyarakat dan pengabdi negara," kata Khairul. Agar kebutuhan pada sektor PNF terakomodasi dalam APBD Kota Bukittinggi tahun 2009 nanti, diharapkan jajaran HIPKI dan jajaran PNF dapat menyusun perencanaan dan pengganggaran melalui Dinas Pendidikan. "Lakukan pengawalan dan perjuangkan sampai ke tingkat sidang di legislatif!" pinta Khairul.

Artikel 5 :
"Homeschoolers", Bisa Kuliah juga, Kok...
Sekolah rumah atau homeschooling, terutama di kota-kota besar, mulai populer. Apa sih homeschooling?
Singkatnya, homeschooling itu metode pendidikan belajar-mengajar yang dilakukan di rumah, baik oleh orangtua maupun tutor. Sebenarnya sih enggak harus di rumah. Intinya, mereka yang menjalani homeschooling harus bisa belajar di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja.
Materi pelajaran buat siswa homeschooling atau homeschoolers itu bisa sesuai dengan kurikulum nasional (sama dengan yang dipelajari abu-abuers di sekolah formal), kurikulum internasional, atau gabungan. Waktu belajarnya lebih fleksibel, jadi biasanya homeschoolers punya banyak kesempatan mendalami bidang pelajaran sesuai minat dan potensi masing-masing.
Pendidikan homeschooling bisa dilakukan satu keluarga, beberapa keluarga, atau bergabung dalam komunitas homeschooling. Karena keberadaannya sebagai salah satu bentuk pendidikan informal diakui Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, kamu enggak usah khawatir soal ijazah.
Peserta homeschooling seusia siswa SMA bisa ikut ujian nasional pendidikan kesetaraan (UNPK) Paket C, setara SMA. Kamu bisa ambil UNPK IPA dan IPS yang diselenggarakan dua kali setahun, pada Juli dan November.
Ada juga sih yang ikut ujian nasional (UN) di sekolah formal. Misalnya di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi, Tangerang, homeschoolers punya dua pilihan. Mereka bisa ikut UNPK Paket C yang biayanya lebih murah, atau ikut UN SMA yang artinya bergabung dan bayar uang pendaftaran di suatu sekolah agar dimasukkan sebagai siswa yang berhak ikut UN.
Apa lulusan homeschooling enggak didiskriminasi? Seharusnya sih enggak boleh ada diskriminasi. Kan, dijamin undang-undang. Lagi pula, UNPK Paket C yang diikuti homeschoolers juga diselenggarakan Badan Standar Nasional Pendidikan, penyelenggara UN. Standar nilai kelulusannya pun sama.
Alternatif
Buat mereka yang sibuk berkarier selain sekolah, seperti pemain sinetron yang hampir tiap hari shooting, homeschooling menjadi pilihan menarik. Atlet yang harus konsentrasi berlatih dan bertanding enggak usah khawatir bakal enggak bisa namatin sekolah karena tersedia pendidikan yang bisa menyesuaikan jadwal peserta.
Lha, abu-abuers yang bukan figur publik, apa alasannya ber-homeshooling?
Michael Tumiwa (19), warga Pamulang, Tangerang, bergabung dengan homeschooling Kak Seto karena stres berada di lingkungan sekolah formal yang pergaulannya bisa berdampak negatif buatnya.
”Rasanya enggak konsentrasi sekolah karena banyak teman pakai narkoba. Aku merasa enggak nyaman di sekolah. Pas kelas III SMA, aku keluar, ikut homeschooling,” kata Michael yang sejak 2007 menjadi mahasiswa Universitas Atma Jaya Jakarta.
Biar dari homeschooling, dia enggak merasa beda dengan teman-teman lain lulusan sekolah formal. Sebagai homeschooler, Michael juga belajar bidang studi yang sama seperti saat dia menjadi siswa SMA jurusan IPS.
”Asyiknya, waktu dan cara belajar homeschooling fleksibel, tapi bukan berarti seenaknya. Justru aku harus bisa belajar sendiri. Tiap Senin dan Rabu selama dua jam aku datang ke homeschooling Kak Seto, bertemu teman-teman dan tutor sambil belajar bersama. Selebihnya, belajar sendiri di rumah,” tutur Michael yang hobi main gitar ini.
Karena enggak harus sekolah tiap hari, dia jadi punya waktu menjadi guru privat gitar. Selain menyalurkan hobi, sekalian dapat duit. Urusan pendidikan pun enggak terbengkalai.
Ivan Rizki (19), mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi The London School of Public Relations, juga lulusan homeschooling Kak Seto. Bagi Ivan, homeschooling adalah harapan terakhir untuk menyelesaikan SMA.
”Aku beberapa kali pindah sekolah di SMA yang bonafide. Tapi aku enggak cocok dengan cara belajar di sekolah formal yang serba ngikutin aturan. Aku enggak nyaman belajar di sekolah. Terus, aku baca di media bahwa ada homeschooling. Aku jadi bersemangat buat menyelesaikan SMA-ku dengan cara yang lebih sesuai buatku,” ujar Ivan.
Kebutuhan individu
Apa yang dialami siswa seperti Ivan, dalam pandangan Seto Mulyadi, Ketua Umum Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif, memerlukan metode pendidikan sesuai kebutuhan individu.
Siswa yang punya kendala psikologis (mudah stres dan tertekan belajar di sekolah), geografis (tempat tinggal jauh dari sekolah), dan ekonomis (dari keluarga tak mampu), bisa menemukan alternatif pendidikan dengan homeschooling yang umumnya fleksibel, menyesuaikan dengan minat dan potensi tiap individu.
Ivan bercerita, sebagai homeschooler, tak berarti dia bebas dari kewajiban belajar seperti di sekolah. ”Dengan homeschooling, aku lebih bisa menerima pelajaran. Aku punya jadwal belajar, dan itu dipantau para tutorku,” katanya.
Saat mendaftar perguruan tinggi, Michael dan Ivan enggak mengalami kesulitan meski mereka lulusan Paket C. Mereka yang mau ikut seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) juga enggak ditolak meski berijazah Paket C. Ada juga, kok, homeschoolers yang diterima di perguruan tinggi negeri seperti Universitas Indonesia.
Gilang Pratama (17), homeschooler yang bergabung dengan Komunitas Homeshooling Berkemas di Jakarta, sedang menyiapkan diri ikut UNPK Paket C IPA. Ia belajar diselingi main piano yang jadi hobinya.
Kata Gilang, dia memutuskan ikut homeschooling pada Januari lalu, sekembalinya dari program homestay di negeri Paman Sam selama setahun. Gilang mesti balik lagi di kelas dua pada sekolah lamanya.
”Aku rugi setahun dong. Terus, aku dapat informasi, pendidikan homeschooling sudah ada dan diakui,” ujar Gilang yang bakal bertolak ke Jerman guna kuliah di bidang komputer